Mendadak Sakit Chikungunya: Dua Pekan Terberat

Pengalaman sakit chikungunya yang melumpuhkan persendian…

Seringkali hidup menyodorkan realita yg tidak mengenakkan. Namun, ia tidak memberikan pilihan lain pada kita selain harus menerima, menghadapi dan menjalaninya saja. Klise tapi itulah adanya. Semula bulan Juni ini kami sambut biasa-biasa saja. Sisa-sisa keletihan pasca mudik yang menyisakan sendu karena si bontot opname selama lebaran, segera harus ku tepis karena anak sulung masuk jadwal ujian akhir semester pada pekan pertama Juni itu. Semua baik-baik saja. Saya juga sempat mengisi acara internal di salah satu Kementerian pada Jumat pagi tentang financial planning.

Iya, semua tampak berangsur normal.

Jumat malam itu, usai mengisi acara, suami mengajak makan sate kambing. Pergilah kami ke warung sate tegal dekat rumah dan memesan sate kambing dan sop kambing, juga sate ayam. Anak-anak lebih suka sate ayam. Usai makan sate kambing, kami menikmati dessert ice cream.

4 Juni 2022

Hari itu Sabtu. Sabtu artinya jadwal Attar dan Aqshal pergi les renang diantar papanya. Saya dan si bontot di rumah saja, nonton Formula E di televisi. Sore tiba dan saya merasakan lengan kiri saya terasa sakit, nyeri dan kaku. Semula saya mengira itu akibat si bontot yang makin eksesif menyusu gara-gara rencana penyapihan yang berantakan. Yang saya rasakan, badan meriang seperti masuk angin. Saya minta tolong suami untuk dikeroki. Memang benar masuk angin. Merah semua punggung.

Karena kondisi badan yang remuk redam itu, saya bulatkan tekad untuk menyapih si bontot. Karena sungguh lengan kiri ini sakit sekali.

Anehnya, suami mengeluhkan hal yang sama. Lengan kirinya juga sakit dan badannya kayak pegal-pegal. “Ini pasti gara-gara sate kambing…” kata saya pada suami. Menghabiskan sekian tusuk sate kambing, badan kami mungkin berontak dan akhirnya merasakan nyeri-nyeri ini. Semacam asam urat, haha.

Baca juga: Life in The Time of Corona Pandemic

Anyway, malam pertama penyapihan berlangsung luar biasa drama, hehe. Anak bungsu kami itu menangis keras tengah malam mencari ASI. Saya tak berdaya dengan lengan sakit dan badan remuk redam. Suami yang sebenarnya juga merasakan sakit serupa, terpaksa mengambil alih dengan menggendong Aidil, menawarinya air minum. Malam itu kami tidak bisa tidur nyenyak sama sekalii. Badan sakit semua.

5 Juni 2022

Hari Minggu dan badan rasanya makin remuk redam. Saya tertatih-tatih setiap hendak ke kamar mandi. Bahkan untuk sholat saja saya hanya bisa melakukannya dengan duduk di kursi. Wah, ini sudah sangat kacau. Apa iya karena asam urat? Saya coba telekonsultasi di aplikasi kesehatan dan mencari dokter spesialis tulang. Namun, gagal karena dokternya entah mengapa tidak merespon. Sistem aplikasi pun akhirnya membatalkan dan saya terlalu letih untuk mencoba lagi. Percaya atau tidak, untuk mengetik di ponsel saja, tangan dan jari saya terasa sakit dan kaku.

Suami mengeluhkan hal yang sama. Yang lebih runyam, ia tengah menghadapi deadline pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan begitu saja. Jadilah, ia bekerja dalam kondisi sakit semua badannya.

Selain fokus menyapih anak, dalam kondisi tidak karuan ini, saya juga harus mengurus anak sulung yang tengah ujian akhir sekolah seminggu ke depan. Rasanya sungguh tidak karuan.

Apakah kami terinfeksi omicron? Pikiran itu sempat terlintas. Namun, menurut pengalaman beberapa orang, omicron itu tanda utama adalah sakit kepala hebat. Sedang yang kami rasakan adalah nyeri sendi luar biasa. Lebih lagi, kami juga tidak mengalami demam tinggi. Hanya meriang saja.

6 Juni 2022

Pagi tiba dan seorang ibu sungguhlah tidak berhak mendapatkan cuti sakit. Saya tetap harus menyiapkan sarapan dan bekal sekolah anak-anak dengan kondisi badan tak karuan. Usai mereka semua pergi ke sekolah, saya hanya mampu bergelung selimut di sofa… membiarkan si bontot bermain sendiri…

Suami saya langsung masuk kamar kerja untuk tetap bekerja, juga dalam kondisi badan tak karuan. Haha. Runyam karena kami tidak bisa saling menggantikan. Biasanya saat saya yang sakit, urusan anak bisa banyak dihandle suami. Begitu juga sebaliknya. Nah, ini? Kami sakit berbarengan, huhu… no backup.

Hari itu, saya kembali mencoba telekonsultasi. Masih dengan dokter spesialis tulang. Menurut analisis dokter, saya terkena radang sendi atau osteoartritis. Saya memang “memenuhi” syarat untuk radang sendi mengingat kelebihan berat badan ini, huehehe. Namun, saat saya sebutkan gejala lain seperti meriang, sakit kepala dan mual, dokter menilai itu hanya efek sampingan saja. Saya jadi agak ragu juga. “Apakah ada kemungkinan saya terinfeksi chikungunya, dok?” tanya saya…

Baca juga: Insomnia dan Heartburn, Pengalaman Hamil Tua

Dokter masih ragu kami sakit apa…

Dokter itu bilang, bila tidak ada ruam atau kemerahan di kulit, maka itu bukan chikungunya. Hmm… memang saat itu saya belum ada ruam, sih. Hanya ada kemerahan di atas jempol kaki. “Tapi, bila saya radang sendi karena obesitas, mengapa suami saya yang BMI-nya ideal juga mengalami gejala sama persis, dok?” tanya saya. Dokternya tidak bisa menjawab.

Mengapa kami tidak lantas pergi saja ke dokter terdekat? Alasannya simpel. Anak-anak tidak ada yang menjaga. Hidup di rantau, walau ada mertua yang tinggal di blok sebelah juga ipar yang tinggal di perumahan sama, mereka tidak bisa saya mintai tolong. Mertua sudah lanjut usia. Sedang ipar selalu sibuk. Memang ada kakak dan adik saya juga di Jakarta Selatan. Namun, akan terlalu merepotkan bila menitip anak-anak ini kesana. Lagian si Attar juga sedang ujian akhir, jadi dia harus standby di sini, kan. Lebih dari itu, kami merasakan sakit ini masih “bearable” walau sebenarnya, ya, kami ini sakit beneran yang sejatinya membutuhkan rehat.

Resep dari dokter tidak langsung saya tebus. Saya dan suami memilih menghabiskan dulu parasetamol dan voltaren yang sudah kami beli sebelumnya. Lumayan membantu mengurangi rasa sakit. Namun, kami sama-sama masih lemas dan meriang.

Gimana penyapihan si bontot? Malam kedua lebih terkendali. Saya sudah siapkan banyak camilan di meja kamar. Jadi, saat si Aidil bangun minta ASI lalu nangis kesal, saya sodori camilan kacang yang kriuk-kriuk. It works! Dia langsung ngunyah dan tak berapa lama kembali tidur.

7 Juni 2022

Hari itu saya cek darah mandiri. Penasaran dengan kadar kolesterol, gula darah dan asam urat. Kebetulan kami punya alat cek mandiri. Alhamdulillah, angkanya normal semua. Fix deh sakit sendi ini bukan karena asam urat seperti yang saya takutkan sebelumnya. Berarti karena apa, ya? Haha. Iya, kami menebak ini chikungunya namun masih meragu juga karena memang kami tidak ada ruam. Hanya di bagian jempol kaki itu ada kemerahan, simptom yang tadinya kami kira karena kadar asam urat naik.

Malam ketiga penyapihan, Aidil nangis kejer lagi. Kali ini kami bisa lebih tenang menghadapi. Sudah kepalang tanggung, penyapihan tidak boleh balik badan. Toh, tantangannya hanya saat malam ketika ia terbangun dan mencari kenyamanan dari ASI.

Saya tidak berani mandi semenjak kejadian saya menggigil kedinginan usai mandi pagi. Menggigil yang membuat saya hanya bisa bergelung bedcover di atas kasur atau sofa. Sungguh sakit yang aneh.

Aqshal, anak kedua saya sedikit demam keesokan harinya. Saya tanya, apakah badannya terasa nyeri, tulangnya sakit, dan sebagainya.. khawatir ia terkena sakit yang sama. Aqshal bilang tidak, hanya sumeng biasa dan batuk-batuk kecil. Keesokan hari, ia sudah normal walau seperti masih agak lemas. Namun, Aidil mulai ikut sumeng badannya. Pertama kalinya ia sumeng tanpa bisa saya turunkan dengan ASI.

Saya menangis dengan segala hal yang bertubi-tubi ini… rasanya sungguh lelah lahir batin…

Level stres sudah di angka 9 dari 10.

10 Juni 2022

Pagi itu Jumat, saya mandi. Merasa badan sudah lebih baik. Sholat sudah bisa posisi normal namun untuk posisi-posisi tertentu seperti posisi duduk di antara dua sujud dan saat sujud, itu kaki masih sakit, leher dan kepala masih pusing. Tapi, sudah lebih baik daripada hari-hari sebelumnya.

Usai mandi, suami berteriak dari lantai bawah. “Beb, kita ini kena chikungunya! Ini aku ada banyak ruam muncul…” Saya terkesiap dan baru nyadar melihat diri sendiri: tangan saya penuh ruam merah, wajah saya juga ikut bengkak kemerahan.. Masyaallah! Saya lekas turun ke lantai bawah dan mengecek suami. Benar, tubuh kami penuh ruam, wkk. Ini jelas chikungunya. Infeksi virus yang tidak ada obatnya karena ia akan sembuh sendiri, hanya perlu dibantu dengan parasetamol dan penghilang nyeri.

Somehow, saya lega saat akhirnya tahu sakit kami apa, wkk.

Baca juga: Cerita Pengalaman Menyusui Selama 7 Tahun: Keras Kepala adalah Koentji

Perlahan nyeri mulai berkurang… meski progresnya tidak cepat. Saya masih lemas bawaannya, tidak kuat bila berdiri lama, lalu masih ada mual. Nyeri masih tersisa di jemari, juga pergelangan kaki… sedang suami bahkan merasakan nyeri di mata dan ia terkena sariawan.

Luar biasa cobaan kali ini. Kerjaan lagi deadline, anak ujian sekolah, si bontot tengah penyapihan…

Sakit bergantian….

Sabtu itu, mensyukuri Attar yang sudah selesai UAS, suami mengajak jalan-jalan ke Bintaro. Sekadar jalan aja, tidak keluar dari mobil. take away di fastfood restoran. Di jalan, eh, si bontot mendadak demam tinggi. Namun, kami tidak terlalu khawatir karena demam si kecil ini dibarengi idung meler (lebih menakutkan bila demam tanpa batpil) Akhirnya kami lekas pulang dan sepanjang malam saya peluk si kecil ini agar lekas turun panasnya… memberinya parasetamol…

Alhamdulillah, keesokan hari, Aidil sudah kembali sehat…

Namun, baru saja bernafas lega, gantian si sulung badannya demam dan batuk-batuk. Ya rabb, gak habis-habis…. Rasanya sudah melambaikan bendera putih… Kami nyaris tidak berhenti menghadapi ujian sakit ini sejak sebelum lebaran 🙁

Namun, kami tidak punya pilihan selain harus kuat dan bertahan. Demi anak-anak.

16 Juni 2022

Kami semua sudah sehat, alhamdulillah. Tinggal Aidil masih ada pilek. Yang saya rasakan, nyeri di kaki masih ada. Tapi, sudah tidak ada meriang, sakit kepala, mual atau letih. Masih harus digeber vitamin agar lebih cepat pulih. Semoga episode sakit-sakit ini sudah dicukupkan sampai di sini saja. Semoga Allah SWT berkenan memberikan kami sekeluarga kesehatan yang langgeng. Amiiin…

O, ya, pekan ini juga pekan terakhir anak-anak di sekolah sebelum libur panjang kenaikan kelas. Attar akan naik ke kelas 3 dan Aqshal masuk SD, yay! Aidil juga sudah lulus jadi bayi alias berhasil disapih, wkkk. Alhamdulillah. Akhir pekan ini rapor diterimakan dan ada outbond perpisahan, farewell lunch juga dengan orang tua di kelas Attar dan Aqshal.

Lebih dari itu ada penutup manis, sebentar lagi insyaallah kami akan pergi berlibur ke Bali, 4 hari. Bersama keluarga. Hadiah liburan dari kakak tercinta, alhamdulillah. Saat membutuhkan healing, eh, diajak liburan, haha. Makasih banyak Bapak dan Bunda yang selalu baik, mmuaah!!

Jadi, untuk kamu yang saat ini tengah menghadapi tantangan serupa: sedang sakit, atau ada anggota keluarga yang sakit; semoga diberikan kekuatan dan kesabaran menjalani masa-masa berat itu. Tidak mudah dan pasti banyak nyeseknya. Tapi, percaya itu semua pasti akan ada ujungnya…

Just keep the faith!

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi