Mengapa Banyak Orang Merasa Tertipu Unitlink?

Unitlink banyak disumpahi, tapi unitlink juga masih banyak dicari. Kok, bisa?

Tidak henti-hentinya isu asuransi menghebohkan publik. Setelah meledak kasus-kasus perusahaan asuransi seperti Jiwasraya, Bumiputera hingga Asabri, tempo hari publik kembali ramai membahas lagi produk finansial ini. Pangkalnya adalah dari postingan salah satu artis yang dulu sempat ngetop di tengah Gerakan Reformasi 98. Si mbak artis merasa tertipu dengan asuransi yang ia miliki yang ternyata tidak mampu memberikan proteksi sesuai harapan. Bila menilik mereknya, asuransi yang dimiliki si mbak artis, kemungkinan besar berjenis Unitlink atau kadang ditulis juga Unitlinked.

Mengapa banyak orang merasa tertipu unitlink? Mengapa unitlink banyak membuat orang trauma berasuransi? Udah banyak kasus kenapa unitlink masih aja laris manis dijual? Kenapa juga terus dibiarkan oleh OJK utk dijual?

Apa, sih, sebenarnya UNITLINK itu?

Unitlink merupakan sebuah produk asuransi jiwa yang memberikan dua fungsi, yaitu fungsi proteksi sebagai asuransi jiwa dan fungsi investasi. Untuk fitur investasinya, uang setoran premi nasabah diputar di instrumen reksa dana (mutual fund). Pilihan fitur investasinya bisa yang risiko rendah (money market fund/reksa dana pasar uang, fixed income fund/reksa dana pendapatan tetap), risiko moderat (reksa dana campuran atau balanced fund) dan risiko tinggi (diputar di reksa dana saham alias equity fund).

Jadi, boleh dibilang, unitlink adalah gabungan dua produk yaitu produk asuransi jiwa (proteksi) dan produk reksadana (investasi), dibundel jadi satu. Di luar negeri, produk ini biasanya disebut dgn nama Unit-linked Insurance Plans (ULIPs) atau kadang dinamakan Investmen Linked Insurance Policies.

Umumnya, skema unitlink pada 5 tahun pertama, uang premi yang disetor oleh nasabah 100% digunakan untuk membiayai fitur proteksi di produk tersebut. Baru di tahun-tahun selanjutnya, sebagian premi yang disetor diputar sebagai investasi. Diputar di mana? Ya, di fund atau reksa dana sesuai pilihan nasabah di awal menandatangani polis.

Akibat memiliki dua fitur itu, premi yang harus disetor oleh nasabah jadi lebih mahal. Ibaratnya, bila kita membeli asuransi jiwa murni dengan premi Rp250 ribu per bulan, kita mungkin sudah bisa mendapatkan proteksi dengan nilai pertanggungan sampai Rp1 miliar; Sebaliknya, dengan unitlink yang preminya Rp500.000 per bulan, paling-paling nilai pertanggungan asuransi jiwanya cuma Rp100 juta, wkkkk. Njomplang banget, ya?

Hal itu tidak bisa dilepaskan dari struktur biaya unitlink sendiri. Misalnya, komisi agennya bisa mencapai 30% dari premi yang disetor nasabah, belum lagi ada biaya-biaya seputar fitur investasi seperti biaya subscription, biaya redemption, biaya management fee, custody fee, dst (fyi, biaya-biaya ini lazim menyertai produk reksa dana yang dijual terpisah. Besarannya antara 0%-4% tergantung produk dan kebijakan manajer investasi. Di prospektus reksa dana informasi biaya ini dipampang jelas).

Jadi, sebenarnya bisa dibilang produk ini memang kompleks. Asuransi yang di telinga sebagian besar orang Indonesia saja masih belum akrab, eh ditambah kemunculan produk yang cukup rumit. Memahami cara kerja produk asuransi saja kadangkala orang butuh waktu, eh, ini malah ditambah fitur investasi segala, hehe.

Eh, tapi kalau memang produknya tergolong rumit, mengapa banyak orang tertarik beli? Sebagai tambahan informasi, di Indonesia, penjualan unitlink memang luar biasa. Mengutip Bisnis Indonesia, penjualan unitlink sepanjang semester 1 tahun 2021, masih mampu tumbuh 17% dibanding tahun lalu. Kontribusi pendapatan premi dari unitlink ini menyumbang 62% total pendapatan premi industri asuransi jiwa. Jadi, memang ini produk gurih bagi industri asuransi jiwa.

Balik lagi ke pertanyaan: kalau produknya rumit, mengapa, kok, banyak orang yang tertarik beli unitlink?

Menurut saya ada dua faktor.

Pertama, di kalangan agen, produk ini memang sangat agresif dipasarkan. Mengapa? Yak, Anda benar. Agen, kan, pendapatannya comission based, ya. Jadi, dia akan lebih bersemangat menjual produk yang kasi dia komisi terbesar, bukan? Saya sendiri mengalami itu, kok. Ceritanya, dulu saat saya mencari produk asuransi jiwa murni (tradisional) untuk suami saya ke salah satu perusahaan asuransi besar, si agen yang mendatangi saya teruuuuussss saja nyodorin asuransi non-tradisional, yang bentuknya unitlink-lah, endowment fund-lah, dan sebagainya.

Ketika saya tegaskan secara gamblang pada agen bahwa SAYA HANYA MAU ASURANSI TRADISIONAL ATAU TERM LIFE, baru deh si agen mau nyodorin pilihan produk tradisional, hehehe.

Kebayang, kan, kalau kita belum tahu jenis asuransi apa yang sebenarnya kita butuhkan? Yang terjadi pada akhirnya, ya, kita kesetir si agen dan malah lupa dengan PRODUK PROTEKSI APA YANG SEBENARNYA KITA BUTUH. Apalagi kalau ternyata kita belinya hanya karena tidak enak menolak teman atau saudara yang menjadi agen asuransi, wkkk.

Ketika menawarkan unitlink, agen sebagai sales sudah tentu fokus menjual “kelebihannya”. Mungkin kamu pernah mendengar kalimat-kalimat kayak gini: “Nanti, ibu bisa menikmati hasil investasinya, Bu.. setelah 10 tahun juga ibu ga usah lagi bayar premi, sedangkan proteksinya bisa sampai 99 tahun…”

Faktor kedua mengapa unitlink masih laris di tengah kontroversinya adalah: mindset mayoritas masyarakat yang masih belum sepenuhnya tepat memahami APA ITU ASURANSI dan BAGAIMANA CARA KERJA PRODUK ASURANSI.

Asuransi itu produk jasa. Jasa yang dijual adalah jasa proteksi risiko keuangan. Jadi, ada perusahaan yang mau menanggung risiko kita apabila suatu saat terjadi hal-hal yang mengakibatkan risiko itu terjadi. Misal, dalam konteks asuransi kesehatan. Risiko kita adalah sakit lalu harus mengeluarkan sejumlah biaya perawatan.

Nah, perusahaan asuransi ini mau menanggung biaya perawatan itu sehingga kelak saat kita jatuh sakit dan butuh biaya perawatan, merekalah yang keluar uang untuk menutupnya. Atas jasanya itu, kita sebagai nasabah dikenakan premi. Lha, iya, dong, kan perusahaan asuransi itu bisnis bukan charity, haha.

Sekarang pertanyaannya: Seberapa besar biaya yang akan mereka tutup? Ya, tergantung isi polis yang kita beli. Apa saja jangkauan manfaat asuransi yang kita beli, apa saja batasannya, dan printilan informasi lain itu semua sudah dimuat dalam buku polis setebal ganjelan pintu itu. Pastikan sebelum membeli, kita sudah membacanya dan memahami isi di dalamnya.

Apabila kita sudah paham konsep dan cara kerja produk asuransi sebagai proteksi, tidak akan ada pertanyaan seperti ini: “Kalau saya tidak klaim, uang saya hangus percuma, dong?”

Yang jadi masalah, pertanyaan itu nyatanya selau muncul setiap kita membahas asuransi, wkk. Padahal asuransi itu ya bukan produk tabungan, apalagi investasi. Karena masih saja muncul pertanyaan seperti ini, oleh perusahaan asuransi fakta lapangan itu boleh jadi dianggap sebagai insight marketing, haha. Akhirnya, diramulah produk yang kira-kira bisa memenuhi dan menjawab pertanyaan tersebut. Yaitu, urusan “uang premi bisa kembali”

Kira-kira kayak gini, nih, obrolan gampangnya: “Pasar kita ini masyarakat kebanyakan masih belum mau uang preminya 100% dibelanjakan untuk biaya proteksi. Biaya proteksi dinilai kayak buang-buang uang. Mereka pengennya uangnya masih bisa kembali. Ya udah, kita bikin aja produk gabungan yang punya unsur investasi atau tabungan. Jadi, nasabah tenang dan tertarik beli karena ada potensi uang mereka kembali…”

Dari sini, lahirlah inovasi cerdik ini: Unitlink (asuransi jiwa+reksadana). Ini melengkapi kehadiran asuransi endowment fund, asuransi whole life (asuransi jiwa+tabungan rencana). Unitlink bisa ditambahkan aneka rider atau manfaat tambahan seperti asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi pendidikan anak, dsb. Begitu juga endowment fund yang kebanyakan berbentuk asuransi pendidikan.

Tak dinyana akal cerdik itu sukses besar. Boom!!! Unitlink laku keras. Masyarakat tergoda karena ada embel-embel “uang kembali” tentu saja. Para agen pun menjualnya jadi lebih mudah karena bisa “ngecap” lebih gampang juga. Ditambah penyodoran simulasi yang seringkali too good to be true. Kesannya investasi itu pasti untung teruuusss. Kata-kata kayak gini nih: “Premi yang bapak setor gak hangus, pak… setelah 10 tahun ada nilai tunai yang bisa bapak ambil…” atau begini, “Setelah 10 tahun nanti, bapak ga usah lagi bayar premi, pak.. perlindungan sampai seumur hidup.”

Padahal, iming-iming “uang kembali” itu ada banyaaakkk sekali SYARAT DAN KETENTUAN -yang sayangnya sering tidak dibeberkan di depan oleh agen. Padahal kode etik penjualan produk investasi itu salah satunya, AGEN PEMASAR DILARANG MENJANJIKAN UNTUNG INVESTASI DI DEPAN. Justru seharusnya dibeberkan sisi risikonya juga. Bahwa unitlink ini adalah produk investasi yang tentu saja mengikuti hukum investasi: HIGH RISK, HIGH RETURN.

Ditambah lagi, seringkali juga karena si nasabah belum cukup punya amunisi pengetahuan produk yang memungkinkan dia bertanya detil. Apakah ada nasabah yang sempat bertanya: “Kembalinya berapa persen?” Atau bertanya: “Seberapa besar risiko saya kehilangan seluruh dana investasi saya bila pasar modal jeblok?”

Mana sempat? Hehe. Karena sangat mungkin di benak kita yang menari-nari kala itu adalah bayangan bisa memetik hasil investasi 10 tahun lagi dengan nilai fantastis. Ngeces duluan membayangkan yang indah-indah. Tapi, kenyataan begitu getir dan pahitnya, hehe.

Di atas sudah kita singgung bila premi yang kita bayar untuk produk unitlink ini dibagi untuk dua kepentingan, yaitu untuk membiayai proteksi asuransi jiwa dan sebagian lagi diputar di produk investasi reksa dana. Dengan logika ini, bila kita setor premi per bulan anggaplah Rp1 juta. Apakah setelah 10 tahun kamu bakal bisa ambil dana Rp120 juta? Boleh dibilang, hal itu nyaris mustahil. MENGAPA?

Pertama, premi yang disetor 100% digunakan untuk membiayai proteksi (istilahnya, biaya akuisisi), setidaknya sampai tahun ke-5 (utk persisnya, silakan cek isi polis unitlink masing2, ya) Jadi, uang yang kita setorkan itu besar kemungkinan baru diinvestasikan pada tahun ke-6 (tolong cek lagi isi polis, ya, bisa saja berbeda-beda persis tahapannya)

Kedua, pilihan investasi kita di mana dalam produk unitlink tersebut? Apakah di reksa dana saham, reksa dana pendapatan tetap, pasar uang, campuran atau tabungan? Pilihan investasi ini sangat mempengaruhi hasil investasi. Bila kita pilihnya di reksa dana saham, ya, jelas risiko lebih tinggi dibanding misalnya kita milih unitlink money market fund, misalnya. Bila waktu itu kita pilih unitlink equity fund, maka pergerakannya akan mengikuti pasar saham. Saat pasar saham anjlok, kemungkinan besar nilai investasi kita di unitlink juga anjlok bahkan minus. Sebaliknya, saat pasar saham berkibar2, besar kemungkinan kinerja unitlink juga ikut bagus. Kita bisa cek pertumbuhan unitlink melalui website perusahaan asuransi terkait atau cek di koran, tiap hari biasanya ada laporannya…

Ketiga, apakah kita pernah cuti premi? Bila pernah, itu akan memakan hasil investasi kita yang mungkin sudah terbentuk. Misal, kita beli unitlink dengan premi Rp1 juta, trus sudah untung Rp5 juta (nilai tunai). Lalu, kita cuti tidak membayar premi selama 5 bulan. Maka, hasil investasi yang sudah tercapai sebesar Rp5 juta itulah yang digunakan utk membiayai jasa proteksi.

Contoh lain untuk menjelaskan mengapa nyaris mustahil mengharap uang premi unitlink akan bisa kembali 100% adalah begini:

Anggaplah kita beli unitlink Rp1 juta per bulan selama 10 tahun, di mana Rp400.000 digunakan untuk asuransi dan Rp600.000 untuk investasi. Anggap saja unitlink yang kita pilih adalah yang fitur investasinya berisiko paling rendah yaitu money market fund. Lalu, selama 10 tahun itu kita tidak pernah cuti premi (artinya, kita bayar terus saban bulan selama 10thn). Jadi, berapa hasil investasi unitlink kita?

Hitungannya:

Rp600.000 x 12 bulan x 7 tahun: Rp50,4 juta (dengan catatan hasil investasi di money market fund stabil, ya). Hitungan ini jg belum memperhitungkan biaya-biaya investasi dan compund interest. Ini hitungan bodoh-bodohan dan mudah saja, wkk.

Mungkin ada yang bertanya: Mengapa kok dikalikan 7 tahun, bukannya kita bayar udah 10 tahun? Trus kok pas mau ambil, dananya tidak bisa full Rp120 juta? Ya, karena selama tahun-tahun awal, sebagian uang premi diambil untuk biaya asuransi, Ferguso… (Saya pakai hitungan persentase proporsional saja karena biasanya selama 5 tahun pertama kepesertaan, persentase potongan biaya akuisisi menurun bertahap).

Tapi, Ruisa, saya tidak pernah mengklaim manfaat sama sekali selama 10 tahun itu, masak uang saya tidak bersisa sama sekali untuk diambil? Trus, uang yang saya setor itu untuk apa, dong? >> Ini pertanyaan yang banyaaakkk sekali muncul.

Jawabannya: karena unitlink itu juga punya manfaat proteksi, uang yang kita setor itu, ya, untuk membiayai proteksi tersebut. Ingat, yang kita beli itu JASA proteksinya. Nah, bagian yang diinvestasikan gimana? Ya, tergantung. Kalau hasil kinerja investasi di unitlink bagus, kita masih punya nilai tunai (hasil investasi) yang bisa diambil. Tapi, kalau hasilnya jeblok? Ya, bisa minus alias habis blas. Wong, namanya juga investasi. Pernah klaim atau tidak pernah klaim tidak mempengaruhi apa-apa. Selama polis tersebut tidak ada perjanjian pengembalian premi, uang yang kita setor itu sudah menjadi biaya asuransi (dan menjadi pendapatan si perusahaan asuransi, hehe).

Pemilihan jenis investasi saat kita membeli unitlink itu sangat mempengaruhi. Misalnya, kita membelinya unitlink berjenis equity fund atau reksa dana saham. Ketika pasar saham anjlok, atau saham yang menjadi aset dasarnya nilainya turun tajam, sangat mungkin sekali dana yang kita miliki ikut anjlok bahkan minus. Pahit, ya? Ya itulah, risiko investasi yang sayangnya jarang dibeberin di depan. Padahal yg namanya investasi, sudah pasti ada risiko turun naik. Selalu ingat hukum investasi utama: semakin besar potensi untung, semakin besar pula risiko rugi. High risk, high gain. Ini yang penting sekali untuk dipahami dan disadari…

Ruisa, bagaimana dengan klaim “bebas premi setelah 10 tahun”? Hey, itu pun ada SYARAT DAN KETENTUAN-nya, Pak/Bu. Lagi-lagi, sayangnya, itu sering tidak diungkap gamblang di depan. Jadi begini, ketika hasil investasi di unitlink kita itu tumbuh teruuuussss berlipat-lipat, maka hasilnya itulah yang akan digunakan untuk membiayai proteksinya. Bila ini yang terjadi, kita bisa liburan ga bayar premi karena hasil investasi itulah yang digunakan untuk biaya proteksi. Sebaliknya, bila hasil investasinya jeblok, kita tetap harus membayar premi bila ingin proteksi asuransi itu tetap kita nikmati.

Jadi, bila sampai banyak orang merasa tertipu unitlink ini tak lain karena kombinasi banyak faktor. Mulai dari produk yang memang kompleks bin rumit (“jenis kelamin” nyampur antara proteksi dan investasi jadinya ruwet), dikombinasikan dengan faktor agen yang kurang transparan menjelaskan detil produk, plus nasabah yang masih belum memahami betul profil produk itu sendiri. Ruwet dan mawut, hehe.

UPDATE TERBARU

Kabar terbaru, OJK berniat mengatur lebih ketat penjualan unitlink dan segala Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) ini agar tidak makin banyak kasus ke depan. Gimana caranya? Salah satunya adalah unitlink hanya boleh dijual atau ditawarkan pada orang yang sudah memiliki single investor identification (SID). Mengapa begini? Karena orang dengan SID diasumsikan sudah memahami investasi saham. Cara kedua, agen diwajibkan memiliki rekaman dalam proses pemasaran PAYDI untuk menghindari dispute di kemudian hari. Namun, ini semua masih dalam tahap rencana dan masih digodok.

*Di tulisan berikutnya, saya akan coba membahas apa yang sebaiknya kita lakukan bila sudah terlanjur membeli unitlink.

Simak tulisan lain tentang asuransi di blog ini di kategori ASURANSI. Mohon mencantumkan link sumber bila hendak share, ya. Terima kasih 🙂

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi