17 Bank Digital Lahir dan Berjaya di tengah Pandemi, Siapa yang Bakal Bertahan?

Pertarungan bank digital di Indonesia semakin menarik. Apakah akan bertahan semuanya?

Pandemi yang memaksa banyak orang lebih banyak diam di rumah dan mengurangi mobilitas, nyatanya menjadi blessing in disguise bagi bisnis digital banking. Masyarakat “dipaksa” lebih cepat beradaptasi dengan transaksi online, transaksi elektronik digital, digital banking, less cash.

Menurut catatan Bank Indonesia, hingga triwulan III-2021, nilai transaksi digital banking tumbuh 46,72% year-on-year menembus Rp28.685 triliun. Otoritas moneter memprediksi, untuk keseluruhan tahun 2021, nilai transaksi digital banking bakal menembus angka Rp39.130 triliun atau tumbuh 43,04% dibanding tahun 2020.

Selain digital banking yang terdongkrak pamornya akibat pandemi, kehadiran e-wallet juga menikmati blessing in disguise pandemi. Bank Indonesia mencatat, nilai transaksi uang elektronik hingga kuartal III-2021 tercatat naik 45,05% year-on-year menjadi Rp209,81 triliun.

Baca juga: Rekening Bank Terbaik Bebas Biaya Paling Favorit

Pada tahun 2021 saja, tercatat ada 7 merek bank digital baru yang meluncur ke publik! Ini rekor, mengingat sejauh ini tercatat baru ada 14 bank digital yang resmi beroperasi dan 3 bank digital yang sudah ancang-ancang meluncurkan layanan.

Berikut ini daftar bank digital di Indonesia tahun 2021:

  1. Jenius – BTPN (2016)
  2. Digibank – DBS Indonesia (2017)
  3. Wokee+ – Bank KB Bukopin (2017)
  4. Permata ME – Bank Permata (2018)
  5. D-Save – Bank Danamon (2019)
  6. Nyala – Bank OCBC NISP (2019)
  7. TMRW – Bank UOB Indonesia (2020)
  8. LINE Bank – KEB Hana Bank (2021)
  9. Jago – Bank Jago (2021)
  10. Blu – BCA Digital (2021)
  11. Octo Savers – Bank CIMB Niaga (2021)
  12. Motion Bank – MNC Bank (2021)
  13. NeoBank – Bank Neo Commerce (2021)
  14. SeaBank – Sea Group (2021)
  15. Bank Aladin – Bank Aladin Syariah (otw)
  16. Bank Hijra – Alami Group (otw)
  17. Buka Tabungan – Bukalapak dan Standard Chartered Bank (otw)

Selain nama-nama di atas, bank pelat merah tentu saja tidak mau kalah. Ada Livin’ by Bank Mandiri yang sejatinya rebranding Mandiri Online menjadi financial apps yg memungkinkan layanan menjadi full digital. Mengutip Katadata 21 Oktober 2021, Bank BNI juga dikabarkan hendak mengakuisisi Bank Mayora dan konon bakal menyulapnya menjadi bank digital menggandeng Sea Ltd. Sedang Bank BRI sudah menggadang-gadang BRI Agro sebagai entitas bank digitalnya.

Nama-nama di balik bank digital tidak main-main. Ada Jack Ma (Bank Neo Commerce), Jerry Ng (Bank Jago, yang juga baru saja diakuisisi oleh GoJek), Grup Djarum (Blu by Bank Digital BCA), Sea Group (induk marketplace Shopee) ada di belakang SeaBank (dahulu bernama Bank Kesejahteraan Ekonomi), DBS Group (bank terbesar di Singapura) di belakang Digibank, UOB (bank kedua terbesar Singapura) di belakang TMRW, ada lagi LINE Bank yang digawangi oleh bank Hana Bank asal Korea, dan lain-lain.

Siapa yang akan bertahan?

Seperti namanya, bank digital memberikan layanan yang 100% digital. Bayangan lawas di mana ketika berurusan dengan bank kita harus menyisihkan waktu pergi ke kantor cabang, antri panjang, dan sebagainya, benar-benar tinggal kenangan saja dengan kehadiran bank digital ini. Semua proses sudah bisa dilakukan di ujung jari. Mulai dari download apps, proses KYC (know your customer) via videocall, hingga operasional akun selanjutnya, semua ga perlu bikin kita pergi ke sebuah tempat (kecuali saat mau tarik duit tunai di ATM). Enak banget bagi kaum mager dan males ribet, hehe.

Nah, karena masih masa promo, hampir semua bank digital saat ini sepertinya masih menempuh periode “bakar uang”. Promo digelar gede-gedean, seperti promo bebas biaya transfer ke bank lain, bebas biaya admin, sampai tawaran bunga deposito yang lumayan bersaing.

Salah satu bankir senior kawakan yang juga tercatat sebagai nahkoda utama bank swasta terbesar tanah air, Jahja Setiaatmadja, memprediksi, dalam 10 tahun mendatang, paling-paling cuma 3 bank digital saja yang bakal bertahan. Menurut Jahja, bank digital yang bertahan adalah ia yang memiliki nasabah aktif. Ini karena profit bank digital akan banyak datang dari jumlah transaksi, alih-alih dari nilai dana yang disimpan oleh nasabah di bank tersebut.

Baca juga: Cerita Jahja Setiaatmadja Pusing Gara-Gara Tagihan Kartu Kredit

Untuk mendukung transaksi nasabah supaya terus aktif, bank digital dengan ekosistem lengkaplah yang bakal unggul, menurut saya. Misalnya, jaringan ATM. Gimanapun tarik tunai itu penting. Orang tetap butuh cash sesekali buat jajan cilok di pinggir jalan. Bank digital tidak bisa selamanya “bakar uang” untuk kasi iming-iming bebas biaya tarik tunai di ATM milik bank lain.

Bila faktor ini yang jadi keunggulan, bisa dibilang Blu milik BCA unggul kemana-mana menilik infrastruktur ATM-nya sudah mbelarah di mana-mana. Livin’ punya Bank Mandiri juga bisa unggul di sini menilik jaringan ATM-nya dan infrastrukturnya sudah lengkap.

Namun, infrastruktur ATM bukan satu-satunya. Bank digital mesti banyak mendukung transaksi online tanpa banyak ribet dan biaya tambahan. Mulai dari untuk belanja online, top-up e-wallet, bayar aneka tagihan dan utilities rumah tangga, dan sebagainya. Pengguna bank digital kebanyakan adalah milenial dan Gen Z yang sudah sangat bergantung segala macam aktivitasnya dengan internet dan online transaction. Jadi semakin lengkap jenis transaksi yang bisa dilakukan di aplikasi bank digital, makin besarlah ketergantungan nasabah memakai layanannya.

Misalnya, bisa digunakan untuk berbagai keperluan transaksi mulai pembayaran tagihan rutin, top up apa saja, investasi, belanja online, belanja olshop langsung, transaksi valas, mendukung transaksi di luar negeri secara mudah, dan lain sebagainya.

Untuk faktor ini, menurut saya, yang bakal berjaya adalah bank yang punya dukungan kuat ekosistem online transaksi seperti marketplace atau e-wallet besar. Bila ini yang disebut, maka Bank Jago punya kans. Bank Jago udah satu keluarga dengan GoJek dan Tokopedia, dua raksasa itu. Selain juga memfasilitasi investasi reksa dana ritel. Seabank juga bisa jadi “ancaman” dengan bekal di belakangnya marketplace Shopee dan Shopee Pay yang sempat menjadi e-wallet nomer satu di Indonesia itu.

Baca juga: Rekening Bank Digital Bebas Biaya Paling Favorit

Selain infrastruktur ATM dan ekosistem pendukung transaksi, fitur pelengkap yang bisa meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan si nasabah juga menjadi nilai tambah agar bisa tetap bersaing. Bank digital yang menyediakan fitur finansial nan praktis, berguna dan insightful, niscaya akan lebih lama digemari. Misal, fitur seperti spending tracker, kemudahan membuka rekening dalam rekening untuk keperluan pengelolaan keuangan, dan lain-lain.

Terakhir, faktor keamanan dan kecepatan layanan. Namanya aja bank digital, kalau lemot, ya gimana, haha. Cukup antri di bank aja yang makan banyak waktu. Kalau buka aplikasi ikutan lama, ya, orang-orang begah juga suwe-suwe, ya. Selain itu, faktor keamanan juga isu krusial bin mendasar. Ini udah ga bisa ditawar-tawar lagi dalam bisnis bank yang basisnya kepercayaan, mau itu digital atau konvensional.

Baca juga: Rekening Bank Paling Menguntungkan, Apa Saja?

Begitu sampai ada bobol, trus penanganan tidak nasabah-friendly, mudah sekali nasabah zaman now berpindah ke lain hati. Jari nitijen kasi testimoni itu lebih cepat daripada kilat di tengah hari, wkk.Saya pribadi hepi banget ada bank digital. Sebagai kaum mager dan males ribet, saya merasa sangat dimanjakan dengan kehadiran bank digital yang fiturnya beneran sesuai kebutuhan saya sehari-hari, heheheh.

Apakah kamu sudah punya akun bank digital? Bank digital mana yang menurut kamu paling oke dan bakal bertahan lama?

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi