Ketika Pandemi Meruntuhkan Cara Lama Pengelolaan Keuangan

Pandemi yang telah menyeret perekonomian dalam jurang resesi, sedikit banyak memaksa kita mengubah cara pengelolaan keuangan menjadi lebih konservatif.

Setahun dibekap pandemi Covid-19, sudah seberapa berubah cara kita dalam menjalani hidup sehari-hari? Ini memang game changer terbesar. Contoh paling gampang, terkait higienitas. Ancaman infeksi virus baru dari Wuhan, China, ini memaksa kita lebih serius memperhatikan kebersihan, sanitasi dan higienitas, lebih dari masa-masa sebelumnya. Work from home dan online school (homeschooling) makin populer dan menjadi hal biasa. Kita pada akhirnya dipaksa memahami, bahwa di rumah pun kita bisa tetap bekerja dengan efektif, produktif, sekolah pun bisa berjalan. Thanks to technology!

Bicara tentang personal finance atau pengelolaan keuangan pribadi, banyak pula pergeseran yang mungkin baru kita sadari. Cara-cara lama pengelolaan keuangan pribadi boleh jadi sudah banyak yang kurang tepat dijalankan setelah kita mengalami sendiri seperti apa rasanya hidup di tengah pandemi seperti ini.

Wisdom #1: Dana Darurat

Prinsip personal finance lama menyarankan, dana darurat yang perlu kita miliki adalah sekitar 3-6 kali nilai pengeluaran rutin. Besar kecil emergency fund yang perlu kita siapkan juga bergantung pada status, apakah kita lajang, sudah menikah tanpa anak, menikah dengan anak, dan sebagainya.

Bahkan beberapa waktu belakangan sempat berkembang pandangan, seseorang tidak perlu memiliki dana darurat terlalu banyak karena lebih baik dana itu diinvestasikan supaya bisa tumbuh lebih cepat. Pendapat itu sangat mungkin mengasumsikan kondisi perekononomian stabil sepanjang waktu. Faktanya, krisis atau resesi perekonomian bisa terjadi kapan saja. Sekarang inilah contohnya, hehe.

Siapa, sih, yang pernah menyangka tahun 2020 akan terjadi wabah sedahsyat Covid-19 ini? Tidak perlu waktu lama bagi pandemi ini meruntuhkan perekonomian global dan menjebak banyak negara dalam resesi yang cukup cukup dalam. Pertumbuhan ekonomi global menyusut 4,3% selama tahun 2020. Indonesia gimana? Sama saja. Sepanjang tahun 2020, pertumbuhan ekonomi terkontraksi minus 2,07%. Jutaan orang kehilangan pekerjaan, sebagian lagi yang lain mengalami penurunan pendapatan yang signifikan karena tempat mereka bekerja harus menempuh efisiensi supaya tidak ikutan kolaps.

Selama kondisi perekonomian belum membaik, bagaimana memastikan keuangan pribadi kita supaya bisa tetap bertahan?

Dana darurat adalah sekoci penting yang harus kita miliki ketika mendadak ada badai menghadang di depan mata. Dalam konteks ini, dana darurat yang memadai akan sangat membantu kita bertahan. Ukuran lama 3-6 bulan tidak lagi tepat bila melihat kondisi saat ini di mana pandemi belum jelas kapan akan berakhir dan butuh waktu berapa lama bagi perekonomian agar bisa kembali bangkit. Begitu juga preferensi risiko kita sebagai individu. Beberapa orang mungkin sudah cukup merasa aman dan tenang dengan dana darurat sebesar 6 bulan pengeluaran. Beberapa yang lain, bisa jadi baru merasa aman ketika nilainya mencapai lebih dari 12 bulan pengeluaran. Faktor preferensi pribadi itu tidak bisa diabaikan karena pada akhirnya yang merasakan, ya, masing-masing kita sendiri.

Wisdom #2: Utang

Utang adalah mimpi buruk di tengah tekanan resesi. Bayangkan kita mengalami penurunan pendapatan yang cukup besar gara-gara pandemi ini, sedang di saat yang sama, beban utang tidak ikut turun. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari bisa terancam karena bagian pendapatan lebih banyak tersedot oleh cicilan utang yang tidak ikut menurun tersebut. Amsiong yang ada, sis 🙂

Prinsip personal finance lama menyarankan agar kita menjaga rasio utang maksimal sebesar 30% dari pendapatan rutin. Gambaran mudahnya seperti ini: anggaplah per bulan kita punya pendapatan Rp12 juta. Dengan prinsip tersebut, maka maksimal nilai cicilan utang bulanan adalah Rp4 juta saja. Tidak boleh lebih. Nah, apa yang terjadi kala pandemi melanda dan kantor kita terpaksa melakukan efisiensi dengan memangkas gaji 20%? Gaji kita jadi tinggal Rp9,6 juta. Bila dikurangi beban cicilan utang Rp4 juta, maka uang tersisa untuk kebutuhan lain tinggal Rp5,6 juta. Apa kabar belanja dapur, uang sekolah anak, biaya ini itu, endesbre, endesbri. Heheeee…

Hal lebih buruk bisa terjadi bila yang kita alami adalah PHK yang berarti pendapatan terhenti 100% sedang utang tetap harus dibayar. Nightmare! Pandemi ini secara brutal mengingatkan, pendapatan kita bisa hilang kapan saja dalam jumlah signifikan dengan cara tak disangka dan tak diduga. Tanpa menanggung utang, kejutan pahit seperti PHK mungkin bisa sedikit dijalani lebih ringan. Sebaliknya, bila ada cicilan utang, kehilangan pendapatan bisa membuat situasi kamu jauh lebih buruk.

Moral ceritanya, bila tidak terlalu mendesak, hindari berutang, ya. Semakin kecil beban utang, semakin sehat keuangan dan kita bisa lebih siap menghadapi situasi buruk yang mungkin terjadi di depan nanti.

Wisdom #3: Investasi

Prinsip personal finance lama mengajarkan bahwa berinvestasi di instrumen yang agresif seperti saham atau reksa dana saham, aman belaka karena ditujukan untuk jangka panjang. Pandemi ini memperlihatkan, pandangan tersebut tidak sepenuhnya tepat. Ketika pasar mendadak berbalik arah begitu cepat, nilai aset investasi bisa anjlok tanpa bisa dibendung, berapa kerugian yang dapat kamu tanggung sebenarnya?

Sebagai gambaran, pandemi Covid-19 telah membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok hingga ke posisi 3.937,63 pada 24 Maret 2020. Walau kini IHSG sudah mulai bangkit ke kisaran 6.257,71 per 23 Maret 2021, harga saham tidak otomatis pulih. Beberapa saham di sektor tertentu mungkin bisa langsung bangkit seiring pemulihan indeks. Tapi, di saham sektor lain yang masih terdampak pandemi cukup dalam seperti properti dan infrastruktur, misalnya, harganya masih terseok-seok.

Investasi di saham memang risikonya cukup tinggi, maka itu lebih banyak disarankan untuk tujuan keuangan jangka panjang. Ketika nilai aset saham terpuruk cukup dalam, bisa jadi akan membutuhkan waktu lebih lama sampai nilainya kembali ke titik impas. Thus, kendati aset saham cukup terkelola risikonya selama ditujukan untuk target dana jangka panjang, kita tetap perlu melakukan diversifikasi investasi ketika membuat sebuah perencanaan keuangan.

Misalnya, untuk target dana pensiun yang masih lama, disarankan untuk berinvestasi di instrumen agresif yang tepat untuk jangka panjang. Saham selama ini banyak disarankan untuk mendukung tujuan keuangan dana pensiun. Namun, ada baiknya tidak menempatkan investasi 100% di saham saja. Sebar juga ke instrumen lain yang juga tepat untuk jangka panjang namun memiliki risiko di bawah saham. Misalnya, reksa dana saham, reksa dana campuran yang bobot obligasinya lebih banyak, bisa juga sebagian ditempatkan di emas batangan. Dengan demikian, ketika terjadi guncangan pasar yang besar, posisi aset kita tidak terpuruk terlalu parah.

Wisdom #4: Asuransi

Merasa tenang karena sudah memiliki asuransi kesehatan adalah hal baik. Dengan keberadaan asuransi kesehatan, risiko finansial yang mungkin terjadi ketika ada kejadian sakit, bisa lebih terkelola. Namun, pandemi ini memberikan insight lain yang penting untuk kita garis bawahi. Asuransi kesehatan saja tidak cukup untuk membantu menjaga kita dari risiko finansial karena masalah kesehatan. “Asuransi” bentuk lain tetap harus kita penuhi kebutuhannya kendati asuransi kesehatan sudah dimiliki. Apa saja bentuk “asuransi” tersebut?

Pertama, menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan memberi perhatian penting pada sanitasi dan higienitas. Dari wabah ini kita belajar, virus bisa menyebar mudah ketika kita abai menjaga higienitas. Rajin mencuci tangan, membawa perlengkapan ibadah sendiri, menghindari ruangan yang sirkulasi udaranya buruk, adalah hal-hal sederhana yang dulu cenderung diremehkan. Nyatanya, hal itu sangat membantu kita terhindar dari risiko tertular penyakit.

Kedua, membiasakan diri mengasup makanan sehat dan berolahraga. Pertahanan utama melawan penyakit adalah imunitas tubuh kamu sendiri. Imunitas tubuh hanya bisa terbentuk bila tubuh mendapatkan zat-zat bergizi yang cukup. Selain itu, rutin berolahraga juga dapat membantu kamu tetap bugar dan sehat lebih lama.

Ketiga, perhatikan kesehatan mental. Kurang istirahat, jam tidur tidak teratur, kebiasaan bergadang dan stres dapat mengakibatkan imunitas tubuh menurun lebih cepat. Pandemi ini mengajarkan pada banyak orang, tanpa kesehatan mental yang stabil, tubuh juga kesulitan menghalau serangan penyakit dari luar. Maka itu, jangan remehkan lagi pentingnya kesehatan mental. Hentikan kebiasaan bergadang, miliki cara mengelola stres yang sehat. Dengan begitu, tubuh bisa berada dalam kondisi prima.

Untuk memastikan kebutuhan “asuransi” tersebut terpenuhi, buat selalu alokasi anggaran khusus ketika melakukan penganggaran keuangan. Budget untuk makanan sehat, anggaran olahraga dan entertainment. Dengan begitu, risiko sakit bisa ditekan dan secara otomatis risiko finansial karena kesehatan dapat diperkecil.

Wisdom #5: Emas

Harga emas melambung tinggi selama dunia terbekap pandemi Covid-19. Di dalam negeri, harga emas batangan bahkan menembus Rp1 juta per gram. Di tengah kejatuhan harga paper investment seperti saham, reksa dana, obligasi juga derivatif, harga emas tak terbendung memecahkan rekor tertinggi terus menerus. Emas memang menjadi buruan para pemodal ketika kondisi ketidakpastian meningkat. Sebagai safe haven, emas dianggap sebagai instrumen lindung nilai yang relatif stabil harganya sehingga dapat menjadi tempat parkir sementara dana-dana pemodal sembari menunggu kondisi pasar kembali stabil.

Prinsip personal finance semula tidak banyak merekomendasikan emas sebagai salah satu pilihan instrumen yang cocok mendukung tujuan keuangan kamu. Namun, pandemi ini menggeser pandangan itu. Keberadaan emas dalam sebuah portofolio aset investasi seseorang, tetap penting untuk dimiliki. Ketika aset lain seperti saham dan reksa dana jatuh karena guncangan pasar, emas bisa menjadi benteng portofolio kamu sehingga nilai kejatuhannya bisa lebih kecil. Nilainya yang cenderung meningkat ketika situasi krisis, bisa menjadi “penyelamat” keuangan kamu saat kondisi finansial terpuruk. Kita bisa menjual simpanan emas di kala harganya melambung tinggi. Keuntungannya bisa kita belanjakan saham-saham yang tengah jatuh harganya karena krisis.

Itulah beberapa prinsip personal finance yang mengalami pergeseran seiring kondisi pandemi Covid-19. Wabah penyakit yang baru terjadi 100 tahun terakhir ini memang telah mengubah banyak sendi-sendi kehidupan kita. Namun, jangan kemudian patah arang. Tetap bertahan dan beradaptasi, pertahankan harapan baik dan semongko, sis!

Love you,

RK

*ps: tulisan ini sudah pernah dimuat di salah satu website portal manajemen investasi.

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi