8 Pelajaran Finansial yang Saya Dapatkan dari Pandemi Covid-19

Di tengah situasi muram bahkan gelap akibat terjangan pandemi ini, ada banyak hikmah pelajaran finansial berharga yang mengajarkan hal penting pada saya. Dan mungkin juga pada Anda.

Saya tidak tahu harus merasa “terkutuk” atau justru beruntung diberi kesempatan hidup di zaman ini: zaman di mana saya dan anak-anak saya, keluarga dan orang-orang yang saya cintai, mesti melewati babakan besar sejarah dunia yang menggentarkan: pandemi corona.

Kecemasan. Kengerian. Ketidakberdayaan. Lalu, kepasrahan.

Mungkin lebih enak bila saya menyebutnya sebagai kehormatan. Kehormatan dariNya karena diberi waktu merasakan seperti apa rasanya menjalankan hidup dengan memamah harap di tengah wabah besar yang telah menginfeksi jutaan orang di seluruh sudut bumi dan memakan korban ratusan ribu nyawa. Wabah penyakit sebesar ini terakhir terjadi di dunia adalah satu abad lalu. Flu Spanyol.

Saya ingat berbincang singkat dengan ibu saya di telepon. Berbagi rasa tentang betapa pandemi ini telah mengubah secara brutal kehidupan kita semua. Tanpa rujukan. Tanpa kepastian kapan ini semua berujung. “Sepi sekali di sini.. Ramadan…seumur hidup ibu tidak pernah menemui hal seperti ini… tadarusan tidak bisa di musala, tarawih juga di rumah saja…” sendu suara ibu terdengar dari seberang. Ibu saya, kini 64 tahun, masih bugar dan aktif. Biasanya setiap Ramadan, ibu saya semakin khusyu beribadah. Ramadan adalah bulan istimewa. Tapi, corona mengubah itu semua. Dan melewatkan Idul Fitri tanpa kehadiran empat anaknya yang terjebak di zona merah, luar biasa rasanya… alhamdulillah, masih ada kakak perempuan saya di rumah, lengkap dengan suami dan tiga anak. Juga kerabat keluarga besar di Gresik. Ibu saya masih lebih beruntung. Ada banyak orang tua sepuh di pelosok daerah yang harus menelan lebaran dalam sepi sama sekali karena anak-anaknya semua masih terjebak di rantau…

Satu abad lalu, wabah besar flu spanyol telah melahirkan lagi dunia dalam wajahnya yang baru. Akankah pandemi corona ini juga akan melahirkan lagi dunia dalam wajahnya yang lebih baik? Semoga.

Ada banyak hikmah, saya yakin, yang bisa kita ambil dari pandemi ini. Anda pasti juga sudah banyak membaca tulisan-tulisan bernas dari penulis-penulis hebat di luar sana tentang sisi lain membaca pandemi. Kita seperti diajak untuk lebih serius melihat, apa hal-hal terpenting dalam hidup sebenarnya… Pun halnya perihal pengelolaan finansial. Bagi saya ada banyak hikmah atau kebijaksanaan yang diajarkan oleh pandemi ini. Berikut ini 8 pelajaran finansial yang saya dapatkan dari pandemi corona:

1. Mengumpulkan dana darurat bukanlah hal sia-sia

Dana darurat alias emergency fund di masa-masa berat penuh ketidakpastian seperti saat ini memainkan peran sangat besar. Berapa banyak dari kita yang mendadak harus menghadapi kenyataan pahit: mendadak terkena PHK, mendadak dirumahkan tanpa digaji atau digaji cuma secuil, mendadak harus bekerja dari rumah sekian bulan dan kehilangan berbagai macam jenis tunjangan yang membuat take home pay menyusut hingga lebih dari 20% wow, mendadak banyak pencairan invoice yang terlambat, mendadak kehilangan pendapatan sama sekali karena sumber mata pencaharian langsung ambruk karena pandemi, dan segala jenis kedaruratan finansial yang tak terbayangkan sebelumnya.

Baca juga: Dana Darurat, Asuransi atau Investasi: Mana yang Lebih Penting Didahulukan?

Dana darurat adalah buffer, penahan guncangan pertama kala terjadi turbulensi finansial mendadak. Tanpa dana darurat, kita bisa mudah terjatuh dalam kekacauan finansial. Ada banyak kisah di mana seseorang sebenarnya memiliki aset yang cukup banyak; namun, kebanyakan asetnya bersifat nonlikuid seperti tanah, bangunan, atau aset paper investment (yang tersungkur nilainya gara-gara guncangan pasar), sedang aset likuidnya dalam bentuk cash atau simpanan terlalu minim…

Akhirnya, ketika mendadak arus pendapatan terganggu, ia tidak mudah langsung menutup kebutuhan karena dana tunainya terbatas. Harus jual dulu aset-aset keras yang tentu rada susah di tengah situasi sulit seperti sekarang. Jual tanah, bangunan, jual mobil, tidak semudah membalikkan telapak tangan di tengah situasi di mana semua orang menahan diri tidak berbelanja. Jadi, jangan lagi-lagi meremehkan pentingnya memiliki tabungan atau dana darurat. Sisihkan secara rutin minimal 10% dari pendapatan ke rekening dana darurat. Dana darurat bisa kita tempatkan dalam beberapa bentuk: dana tunai, tabungan, deposito, reksadana pasar uang, surat berharga jangka pendek yang tradable, emas.

2. Kesehatan adalah harta tak ternilai

Ini tak terbantahkan. Sebanyak apapun harta kita, tak terlalu berarti bila kita tidak sehat, jatuh sakit. Wabah ini mengajarkan dengan brutal, pentingnya menjaga kesehatan tubuh dengan memastikan higienitas tubuh dan lingkungan, mengasup makanan bergizi yang alami; agar tubuh memiliki “senjata” dan “benteng” menghadang serbuan wabah penyakit menular berbahaya seperti Covid-19.

Menjaga kesehatan tubuh adalah ikhtiar kita merawat pemberian berharga dariNya: kesehatan.

Hari-hari ini di kala saya merasa letih dengan banyak hal: rumah berantakan, mainan berserakan, anak-anak yang petakilan dan berisik, ada aja yang diributin lalu nangis, rewel minta ini itu, suami yang kadang nyebelin, wkwkw, ini itu banyaklah secara manusia itu memang tempatnya berkeluh kesah, LoL. Ketika itu terjadi, saya paksakan diri untuk berjarak dulu sebentar dan menghela nafas panjang berusaha mengingat satu hal: kesemua itu adalah pertanda mereka, kami semua, masih sehat dan bisa beraktivitas, masih bisa berkumpul. Kadang berhasil ingat, eling. Kadang pula tidak, haha. Manusiawi. Terima saja.

Bersyukur. Bersyukur.

Bahwa kita masih mampu mengunyah makanan tanpa selang. Bernafas bebas tanpa ventilator. Tidur nyenyak tanpa harus menelan obat tidur. Bisa bercapek ria beberes rumah karena memang tubuh belum lumpuh. Wow. Sungguh rezeki yang besar. Sadari. Eling. Syukuri.

3. Memiliki sumber pendapatan lebih dari satu adalah keharusan

Kebijakan finansial berikutnya yang penting digarisbawahi adalah: penting banget memiliki sumber pendapatan lebih dari satu. Jangan pernah menyandarkan pendapatan kita hanya dari satu sumber doang. Memiliki side job atau side hustle whatever itu disebut, adalah keharusan. Jadi saat pendapatan kita di sebuah sumber terganggu, kita masih punya sumber lain yang bisa menutupnya. Double or triple income is a must, not a luxury.

Pendapatan dari mana dan dengan cari apa? Apa saja. Gunakan kreativitas menciptakan sumber penghasilan baru. Manfaatkan skill yang kita miliki hingga bisa menghasilkan pendapatan baru. Pinter masak? Coba buka jasa katering atau jual masakan apa gitu. Pinter jualan? Jadi reseller berbagai produk juga bisa. Saya ada teman, ibu tiga anak. Media sosialnya penuh isi tawaran jualan. Apa aja ia jual. Random gitu deh. Kadang jual masker. Kadang jual nugget. Kadang pula jualan keripik. Haha. Saya kagum dengan semangatnya. Manfaatin medsos yang gratis untuk menjaring pembeli. Satu atau dua pasti ada ajalah yang nyangkut, wkwk.

Baca juga: Punya Anak Memang Mahal atau Kita Saja yang Terlalu Memaksakan Diri?

Intinya, tidak berdiam diri. Ada tawaran kerjaan, sabet aja. Ada tawaran ini itu, langsung tubruk saja selama memang mampu optimal mengerjakan yang terbaik. Selama halal. Insyaallah berkah. Bagi saya, seringkali itu bukan hanya demi diri sendiri atau keluarga. Ada rezeki orang lain yang dititipkan melalui kita. Jadi, saat kita terus bergerak, ikhtiar mencari pendapatan tambahan, insyaallah kita bisa leluasa juga memberi dan berbagi pada mereka yang membutuhkan.

4. Diversifikasi aset bukanlah omong kosong

Berapa penurunan aset Anda selama krisis corona ini menerjang? Teman-teman saya banyak yang tidak berani menengok portofolio paper investment mereka karena memang kebakaran parah, LoL. Saya pun sama. Aset yang cuma remah-remah rengginang di saham dan reksa dana, anjlok nilainya sampai 50%, hahaha. Saya jogeti saja deh, wkwkw.Beruntung tidak semua aset diparkir di sana.

Sebar telur kita dalam banyak keranjang. Itu nasihat lama tapi memang bukan omong kosong. Saat semua ambruk seperti sekarang, paling tidak keambrukan itu bisa tertahan bila telur tidak cuma ada di satu keranjang. Begitu kira-kira.

5. Sharing goodness is the new wealth

Pandemi ini melahirkan banyak cerita-cerita tentang kebaikan yang melimpah-limpah; tidak mengenal warna, agama, kasta sosial dan sekat-sekat lain yang tak berarti. Ada banyak solidaritas yang tumbuh subur, saling rangkul, saling jaga. Yes, sharing goodness is the new wealth. Mereka yang banyak memberi kebaikan, merekalah yang sejatinya kaya raya. Kaya hati. Kaya kebaikan. Kaya amal. Saya selalu iri dengan mereka yang keranjingan bersedekah…

Ada sedikit cerita. Saya memiliki tetangga, ia mengontrak di rumah berjarak tiga-empat rumah dari rumah saya. Sehari-hari ia berjualan gorengan: bakwan, tempe mendoan, donat, juga menu masakan layaknya warteg gitu. Dulu sebelum pandemi melanda dan meniadakan shalat Jumat di mesjid, ia selalu membagikan nasi kotak ke jamaah sholat Jumat yang lewat di depan rumahnya. Wow. Saya terkagum-kagum. Tidak perlu menunggu kaya raya untuk berbagi. Berbagi apa yang bisa kita bagikan. Terlebih di tengah krisis seperti sekarang. Ada banyak yang kehilangan sumber pendapatan. Kesempatan besar bagi kita memperbanyak berbagi kebaikan… apapun bentuknya… semampu kita…

6. Mengelola keuangan dengan baik adalah salah satu cara bersyukur

Memiliki pendapatan tapi tidak pernah serius mengelolanya dengan baik, tidak pernah tahu berapa yang habis untuk kebutuhan dasar, berapa yang sudah dibayarkan untuk kewajiban zakat atau sedekah, berapa yang sudah kita kelola untuk mengantisipasi kebutuhan di depan sana, dst. Hayo, siapa yang seperti itu? Hehe. Hingga saat datang terjangan krisis seperti saat ini, kelabakan tak karuan hingga terlintas tanya: “Gaji dan pendapatan besar yang selama ini aku dapatkan lari kemana saja ya.. kok dengan mudahnya aku “jatuh miskin dan bangkrut” begitu corona menghantam…”

Baca juga: Bingung Duit Lari Kemana Saja: Benarkah Mengatur Keuangan Sesulit Itu?

Mengelola keuangan dengan baik adalah salah satu cara kita mensyukuri titipan rezeki dariNya. Kala pendapatan lancar, besar atau kecil, mengelolanya dengan bijak merupakan bentuk tanggung jawab kita pada rezeki yang telah dititipkan. Ada hak orang lain juga di situ yang perlu kita tunaikan dalam bentuk zakat, sedekah, donasi, dan sebagainya. Jangan serampangan berboros ria untuk hal-hal yang tidak jelas. Saatnya serius mengelola keuangan dengan prinsip yang sehat. Sisihkan selalu untuk pos zakat, sedekah, donasi. Sisihkan selalu untuk dana darurat. Tabunglah untuk mempersiapkan kebutuhan di masa depan: dana sekolah anak, misalnya.. dan sebagainya.

7. Pengeluaran kita ternyata tidak sebanyak itu, gaesss

Sekian bulan dipaksa di dalam rumah saja, kita pun dipaksa untuk fokus pada kebutuhan-kebutuhan utama saja. Kebutuhan makan, minum, kesehatan, pendidikan anak. Itu yang terpenting. Lain-lain? Tidak terlalu penting ternyata. Mau beli baju keren-keren, lha buat apaan, gak kemana-mana ini? Haha. Cuma untuk dipakai di rumah, masih banyak baju layak pakai. Mau dipakai mejeng di Instagram? Yaelah, wkwkw. Mau belanja sendal dan sepatu keren-keren? Lagi-lagi buat apaan, wong cuma ngendon aja di rumah. Sekalinya pergi groceries shopping, buru-buru aja bawaannya karena kuatir si Covid-19, haha.

Selama pandemi ini, ada banyak pos pengeluaran yang musnah, wkwk. Pos biaya transportasi menyusut banyak. Pengeluaran untuk beli BBM turun. Pos jajan dan makan di mal juga ga ada. Pos piknik-piknik receh kayak staycation di mana gitu, juga ga ada. Iya, memang beberapa pos jadi membengkak karena stay at home: konsumsi listrik jadi lebih banyak, pengeluaran untuk healthcare juga meningkat, pengeluaran pulsa internet juga ikut naik, dan seterusnya. Tapi, coba deh lihat: untuk pos kebutuhan utama makan-minum-sekolah dan kesehatan, ternyata tidak banyak dan bisa membantu kita banyak berhemat atau mengalihkannya untuk pos donasi demi menabung amal kebaikan *kibasin jilbab :p

8. Waktu adalah kemewahan yang sering kita sepelekan

Oke, it’s not exactly ‘kebijakan finansial’. Saya cuma ingin mencatatnya di sini sebagai hikmah penting.. setidaknya bagi saya, hehe. Waktu adalah kemewahan yang terlalu sering kita abaikan. Waktu bersama anak, bersama pasangan… menikmati hal-hal kecil yang sering luput dari perhatian karena kesibukan kita mengejar entah apa 🙂

Saya berkesempatan melihat kreativitas anak-anak yang kadangkala sengaja saya biarkan bosan… bermain peran memakai boneka-boneka binatang itu.. lucu sekali, haha. Atau, melihat anak sulung saya membacakan buku cerita pada adiknya, wkwkw. Keharusan bersekolah di rumah saja juga memaksa saya dan suami putar otak untuk mencari kegiatan menyenangkan agar anak-anak tidak bosan. Ajakin mereka baking, ajakin mereka melakukan eksperimen kecil-kecilan, dan sebagainya.

Suami saya berkesempatan memulai bercocok tanam hidroponik. Dan hiburan kecil kami kini sungguh nyaris tanpa biaya: naik mobil keliling kota sekadar melihat pemandangan di luar rumah, membeli camilan kecil dan minuman segar. Itu saja sudah menyenangkan. Hehehe.

Itulah sementara ini 8 hal kebijakan finansial yang saya dapatkan selama pandemi ini. Angkanya bisa terus bertambah… Anda ingin menambahkan? Yuk, berbagi dengan saya biar saya juga ikut belajar 🙂

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi