Belajar Strategi Survive Bisnis dari Tiga Pengusaha Wanita Teman Saya

Pandemi Covid-19 merontokkan banyak bisnis. Tiga teman saya yang pebisnis berbagi cerita strategi bertahan menghadapi badai corona.

Di zaman pagebluk ini, hampir semua orang terkena dampak. Yang terkena PHK jutaan orang. Yang dirumahkan tanpa digaji alias unpaid leave juga buanyak. Belum lagi karyawan yang ketar ketir cemas mengkhawatirkan kesehatan perusahaan tempat dia mencari nafkah. Karyawan aja bingung. Pemilik usaha pastinya tak kalah bingung. Bayangin aja. Penjualan anjlok drastis tapi masih harus mikir gimana menggaji karyawan, gimana supaya bisnis tetap jalan, bayar THR, dan seterusnya.

Bukan zaman yang mudah bagi para pemilik usaha. Semua terkena dampak. Semua dipaksa bertahan dengan strategi terbaik. Bukan hanya untuk diri sendiri dan keluarga, melainkan juga untuk kehidupan para karyawan mereka. Saya jadi penasaran bagaimana mereka, teman-teman pengusaha ini mencoba bertahan di tengah badai pandemi.

Kebetulan saya ada kesempatan ngobrol dengan tiga teman, pemilik usaha yang cukup sukses dengan omzet puluhan hingga ratusan juta rupiah. Alhamdulillah ada banyak insight dan hikmah yang bisa diambil dari pengalaman mereka menghadapi badai corona.

Tiga teman saya ini sama-sama ibu dari bayi yang lahir di bulan Desember 2015. Kami tergabung dalam BirthClub, semacam support group untuk para mahmud alias mamah muda. Birthclub ini terbentuk sejak kami, mamah-mamah masih hamil. Nah, anak saya yang kedua aturan lahir Desember 2015, tapi karena prematur anak saya duluan lahir bulan November, hahaha. Toh, saya tetap memilih bergabung walau anak saya ga jadi lahir bulan Desember 🙂

Kenalan dulu, yuk, dengan tiga narasumber di artikel ini.

souce: Pexels

Pertama, pemilik usaha gamis dan hijab yang sudah terkenal di jagat instagram, Ratu Saskia Bilqis. Biasa saya panggil Saski. Masih muda tapi jago bener cari duit, salut deh! Coba aja tengok instagramnya @ratubilqisyari.

Kedua, pengusaha oleh-oleh asal Subang, Jawa Barat., Meily Kusumadewi. Biasa saya sapa dengan nama Imel, haha. Jago baking dengan pengalaman malang melintang di berbagai perusahaan roti. Kini, dia mengelola bisnis makanan olahan nanas, oleh-oleh khas Subang dengan merek Delipel. Check their instagram @delipel.subang.

Ketiga, pengusaha baju anak di Cinere, Depok, Khairani Marda atawa biasa disapa Iren. Coba cek instagramnya di @baby_zio trus ada juga @ziokudeome.

Penasaran obrolan saya dengan mereka? Yuk, lanjut bacanya, ya. Cusss!

Gimana kabar bisnis kamu sekarang, apakah terimbas pandemi corona?

Saski: Terdampak banget. Omzet turun hingga lebih dari 50%. Pasokan bahan baku alhamdulillah, sih, aman. Pengiriman juga masih aman walau ada PSBB. Belum ada customer yang komplain.

Imel: Dampaknya sangat besar. Omzet penjualan Delipel turun hingga 70%. Beberapa karyawan juga terpaksa putus kontrak. Untuk karyawan yang masih bertahan, kami juga terpaksa menurunkan gaji. 

Iren: Terdampak banget. Toko fisik tutup sehingga omzet juga turun banyak. Penjualan lewat online masih jalan tapi karena jumlah karyawan terbatas gara-gara corona, cukup kewalahan melayani pembeli. Jadinya, banyak order yang batal. Jelang lebaran kemarin, toko udah kami buka lagi jadi mulai ramai juga.

Baca juga: Investasi Emas di Tengah Ketidakpastian Ekonomi: Yay or Nay?

Apa strategi yang kamu tempuh untuk mengatasi dampak pandemi terhadap bisnis?

Saski: Ada beberapa hal yang aku lakukan. Misalnya, aku jual masker kain bekerjasama dengan para penjahit yang berkurang ordernya gara-gara corona. Sebetulnya jualan kain ini bukan untuk cari untung atau perbaikan omzet, sih. Langkah ini untuk menunjukkan bahwa bisnis yang aku kelola memiliki empati terhadap kondisi saat ini. Soalnya aku sempat kesal dengan penjual masker yang memasang harga gila-gilaan. Jadi, para penjahit berkurang order jahitan dan menawarkan membuat masker. Aku jual murah dan keuntungannya kami belikan sembako untuk donasi. Ini akhirnya menjadi value bisnisku, ya, bahwa brand ini peduli dan berempati dengan kondisi saat ini, bukan cuma jualan saja atau cari cuan.

Strategi lain, aku keluarkan stok-stok lama dengan harga diskon besar. Lalu, aku buat produk yang sesuai dengan kebutuhan di masa pandemi ini. Seperti jilbab atau khimar pendek yang nyaman dipakai di rumah. Aku juga produksi daster rumahan yang nyaman dikenakan di rumah tapi tetap oke kalau dipake di luar rumah, namanya Easy Abaya.

Imel: Kami diversifikasi produk dengan merilis produk inovatif, Cireng Sambal Nanas. Produk ini sesuai dengan kebutuhan era corona ini. Lalu, menggelar berbagai promo. Branding Delipel juga terus jalan lewat media sosial. Tapi, dengan konten yang menyesuaikan dengan situasi corona. Misalnya, membagi edukasi karyawan tentang sanitasi. Lalu, menggelar acara Delipel berbagi pada kaum dhuafa. Bukan bermaksud pamer, tapi kami ingin mengirim pesan bahwa bisnis kami tetap berjalan walau terseok-seok.

Iren: Aku menempuh diversifikasi produk. Tadinya, kan, cuma jualan baju dan fashion apparel. Tapi, sekarang diperluas jual mainan juga dan buku-buku impor yang berkualitas tapi harganya terjangkau. Buku-buku kebetulan saat ada momentum pameran Big Bad Wolf Maret lalu, kami stok buku cukup banyak. Musim corona di rumah saja, anak-anak cocok banget dibelikan buku, kan? Lalu, aku juga kerjasama dengan marketing salesperson toko-toko mainan seperti Toys Kingdom dan Kidz Station, jadi bisa dapet mainan-mainan berkualitas dengan harga diskon untuk ditawarkan ke para pelanggan.

Seberapa efektif strategi yang kamu jalankan itu dalam menolong bisnis?

Saski: Cukup efektif. Easy Abaya itu lumayan laku. Masker juga.

Imel: Cukup efektif. Karena dengan adanya produk baru yaitu Cireng Sambal Nanas, walau kami rilis dengan merek lain, itu cukup menambah omzet walau tidak terlalu signifikan.

Iren: Lumayan bantu penjualan. Kayak buku dan mainan itu, karena harganya sale, jadi antusiasme cukup tinggi dari para pelanggan.

Apa tips yang bisa kamu bagi pada sesama pengusaha dalam menghadapi tantangan pandemi ini?

Saski: Sebagai pengusaha kita harus tetap semangat dan optimistis. Dampak COVID-19 ini ke semua aspek, bukan hanya ke pebisnis UMKM. Pebisnis besar pun terdampak sekali. Tetap jalankan bisnis ini dengan menyesuaikan dengan perubahan yang tengah berlangsung. Misalnya, terkait strategi promosi. Karena ini sudah mulai masuk “new normal”, jadi perlu strategi baru juga. Kita harus baca lagi research paper terkait perilaku customer yang berubah seiring “new normal”. Tidak bisa tetap dengan strategi lama. Misalnya, untuk pembayaran, ada customer yang minta cash on delivery (CoD) karena tidak punya rekening dan tidak bisa keluar rumah. Itu bisa disiasati dengan ikut e-commerce yang menyediakan CoD.

Trus, selalu komunikasikan ke customer tentang value brand kita. Bahwa bisnis kita tidak cuma cari cuan tapi juga ingin memberi positive impact ke masyarakat. Situasi seperti ini juga waktu yang tepat untuk menyelesaikan atau membuat hal-hal yang masih tertunda sebelumnya. Misalnya, nih, ya, aku ada rencana lama membangun lagi reseller produk RB. Juga, membuat brand baru bernama Laqoeni. Itu dulu tertunda-tunda karena gak sempat. Pandemi ini bisa membuka peluang baru yang tadinya tertutup karena kesibukan kita.

Baca juga: Dana Darurat, Asuransi atau Investasi: Mana yang Lebih Penting?

Imel: Tetap tenang, tetap berpikir, lakukan inovasi. Jual apa aja yang sekiranya cocok saat pandemi corona ini tapi jangan terlalu jauh dari bisnis inti. Misalnya, Delipel kan bisnis olahan nanas, ya, belok sedikit berinovasi menjual cireng sambal nanas. Jadi bukannya drastis menjadi jualan masker. Inovasi produknya tidak jauh-jauh dari core business. Tips penting lain, pemilik usaha, leader usaha, harus tetap tenang menghadapi kondisi pandemi seperti ini. Karena kalau leader sudah kelihatan panik dan khawatir, kasihan karyawan.

Iren: Jangan pernah puas hanya dengan satu produk. Seperti kami yang tadinya hanya bergerak di fashion, jadi melebar ke buku dan mainan. Yang penting masih dalam satu target pasar yang sama. Kalau jualan lebih bervariasi, customer tidak hanya datang saat butuh baju saja atau saat jelang Lebaran saja.

Lalu, sering-sering gelar sale atau promo. Sale itu bikin orang mendekat, butuh atau tidak butuh barang. Orang yang sebenarnya mungkin belum butuh mainan, misalnya, saat ada sale jadi mikir, “kok murah, ya.” Orang suka barang murah yang berkualitas. Selain itu, pemilik usaha juga harus tetap optimistis dan berpikiran positif. Kondisi pandemi ini yang mengharuskan kita hanya di rumah saja sebenarnya memberi waktu kita untuk lebih kreatif, lebih banyak menggali ide. Dibanding sebelumnya saat kita kerja grasa-grusu keluar-masuk toko.

dangerous time: corona pandemic

Itulah sharing tiga womanpreneur, teman saya di komunitas Birth Club. Di tengah pandemi yang sudah banyak menjungkirbalikkan kehidupan di berbagai belahan dunia ini, memang memasang harapan baik dan optimisme adalah hal penting. Tetap semangat. Jangan keburu putus asa menghadapi tantangan. Menyitir kata Saski, masa-masa berat seperti ini adalah saatnya saling rangkul, bantu membantu apa yang bisa kita bantu. Banyak-banyak menengok kanan kiri, menguatkan solidaritas. This too shall pass. Ganbatte!

PS: Artikel ini sudah tayang di laman blog Avrist Assurance dalam format lebih lengkap.

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi