Ketika Corona Semakin Mengancam Isi Dompet Kita...

Pandemi corona menyeret perekonomian ke jurang, juga isi dompet kita. Jutaan pekerja kehilangan penghasilan.

.

.

.

Demi memutus penularan virus corona yang begitu cepat, cara paling efektif adalah physical distancing. Begitu pilihan physical distancing diterapkan, tanpa tunggu lama, perekonomian tiarap satu per satu. Tanpa basa basi. Sektor yang terkait langsung dengan kehadiran orang, crowd atau kerumunan, seperti pariwisata, perhotelan, maskapai penerbangan, event organizer, wedding organizer, salon, juga transportasi…. seperti jasa ojek, taksi, angkot, dan lain-lain, you name it… seketika langsung ambruk….

“Hotelku tutup, karyawan diminta unpaid leave… gaji gue langsung dipangkas 50%…” cerita teman yang bekerja sebagai tenaga marketing hotel di kawasan Jakarta Selatan.

“Aku jual mobil, nih… cash-ku cuma cukup sampai 2 bulan lagi. Minta tolong ya kali aja ada temen kamu yang minat…” ujar seorang kawan yang sudah sekian bulan menganggur, tengah mencari kerja.

“Penjualan anjlok luar biasa… gak ada pemasukan… gimana nasib karyawan gw nanti…mana mau lebaran, ada bagi THR… pusing gue,” cerita seorang kenalan, pemilik usaha.

“Kantorku ga jadi naikin gaji karyawan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari… lagi banyak efisiensi…” kata teman saya yang bekerja di perusahaan media.

Aku batal garap tiga project yang sudah cukup lama direncanakan.. klien memilih pending dulu sampai kondisi normal… alamat ga ada pemasukan, nih… bahaya…” kata seorang freelancer. Dia banyak garap proyek foto untuk corporate client.

Cerita-cerita seperti itu semakin banyak terdengar belakangan. Seiring pandemi corona yang makin menggila. Dan gong-nya adalah ini:

“Kami masih membahas THR dan gaji ke-13 apakah itu perlu atau tidak mengingat belanja meningkat…” kata Ibu Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati.

Sampai detik ini belum ada kepastian apa keputusan pemerintah terkait THR dan gaji ke-13 para ASN, TNI/Polri. Terakhir, yang saya baca dari media, pemerintah bilang untuk THR dan gaji ke-13 ASN golongan 1,2 dan 3 anggarannya sudah disediakan. Golongan di atas itu masih tanda tanya.

source: shutterstock

Corona dan ketahanan kantong kita

Ini memang masa prihatin… sangat prihatin. Pukulan keras langsung menohok sektor riil. Yang mengerikan, tidak ada yang bisa memperkirakan dengan pasti kapan kondisi ini akan berlangsung… yang pasti adalah: selama kebijakan social distancing menjadi sebuah keharusan demi mempertahankan keselamatan, selama itu pula perekonomian runyam. Bahkan banyak yang meyakini, sekalipun akhirnya corona telah melewati puncaknya dan kita bisa beraktivitas normal seperti sedia kala, efek ke perekonomian belum akan serta merta bangkit.

Bagi kalangan yang masih rutin menerima gaji, banyak-banyak bersyukur dan jangan lupa mendoakan kantor Anda agar nafasnya tetap panjang melewati badai besar ini. Ancaman PHK di mana-mana, teman. Tempo hari saya membaca sebuah berita berisi curhat para pengusaha yang mengungkap, mereka hanya mampu bertahan sampai bulan Juni saja, atau kurang dari tiga bulan lagi 🙁

Mengutip pemberitaan media, hingga 10 April lalu, sudah jutaan pekerja dan buruh yang dirumahkan maupun di PHK. Perinciannya, sebanyak 1,08 pekerja/buruh dirumahkan. Sedangkan yang terkena PHK mencapai 160 ribuan orang. Adapun di sektor informal, pekerja atau buruh yang kehilangan pekerjaan mencapai hampir 300 ribu orang. Total sebanyak lebih dari 82 ribu perusahaan dengan jumlah pekerja terdampak Corona mencapai 1,5 juta orang. Bayangkan 1,5 juta orang itu menanggung masing-masing dua mulut untuk diberi makan.. artinya ada lebih dari 3 juta orang yang kini terancam penghidupannya karena kehilangan penghasilan….

Kebijakan “dirumahkan” berbeda dengan PHK. Apabila “dirumahkan” umumnya status karyawan masih terikat dengan perusahaan tetapi perusahaan meliburkannya dengan atau tanpa memberi gaji. Misalnya, teman saya ada yang masih mendapatkan gaji 50% dengan load kerja berkurang drastis karena memang sepi banget jualannya. Ada juga yang tidak menerima upah sama sekali dengan status masih karyawan, simply karena bisnis terhenti. Sedang PHK, ya, sesuai definisinya, diputus status karyawannya dan berhak mendapatkan pesangon dengan perhitungan sesuai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

So, how to survive in the middle of economic collapses?

source: Pexels

1. Humble with your money

Tidak ada yang tahu ujung dari segala kekacauan ini. Kita butuh nafas yang cukup panjang agar tetap bisa bertahan dan mengantisipasi segala kemungkinan terburuk di depan sana. PHK bisa terjadi kapan saja. Everyone is suffering. Jadi, pilihan bijak pertama yang bisa kita jalankan adalah, kembali hidup sederhana. Berhemat dan menahan diri.

Ya, saya tahu kebijakan physical distancing yang mengharuskan kita di rumah 24 jam bersama pasangan dan anak-anak ternyata melahirkan biaya lain: biaya mengobati rasa bosan. Wujudnya: anak tantrum, minta cemilan lebih banyak dari biasanya, si ibu bosan ga bisa kemana-mana akhirnya iseng nyobain resep sana sini, si bapak juga sama jadi berteman dekat dengan aplikasi GoFood dan GrabFood 🙂

Gimana bisa berhemat bila anggaran beli camilan meningkat berlipat-lipat? Alihkan pos anggaran yang berkurang atau tiada terpakai sama sekali selama WFH. Misalnya, pengeluaran transportasi (bensin, tiket tol, parkir, dsb) berkurang banyak, pengeluaran pribadi semacam treatment ke salon (ku kangen gunting rambut dan creambath, hiks), biaya nge-gym di pusat kebugaran, pengeluaran jajan saat weekend ke mal, pengeluaran nongkrong di cafe, dan sebagainya. Alihkan anggarannya sebagian untuk menambal kebutuhan logistik yang meningkat selama periode physical distancing ini.

Secara paralel, tahan dulu pengeluaran untuk kebutuhan-kebutuhan yang bisa ditunda. Seperti beli baju, beli sepatu, tas, dan item-item fesyen yang tersier sifatnya. Yah, ga kemana-mana ini kan? Begitu juga bila Anda ada rencana beli-beli furniture rumah, elektronik yang sebenarnya ga butuh-butuh amat, tunda dulu sajalah.

Berhemat berarti kita fokus pada kebutuhan yang primer saja untuk sementara. Kebutuhan dasar sebenarnya, kan, cuma seputar makan, baju (itupun masih banyak kan di lemari?), bayar cicilan utang bila punya tanggungan kredit, atau bayar kontrakan bila masih ngontrak, bayar premi asuransi, biaya imunisasi anak, dan sebagainya yang sifatnya mendasar dan tidak bisa ditunda. Ini juga berlaku bagi Anda yang terkena kebijakan “dirumahkan” maupun PHK. Humble with your money, this is marathon!

Lantas, bagaimana bila pemasukan anjlok drastis sedang cicilan kredit ke bank tetap harus dibayar? Cobalah menghubungi bank, mengajukan relaksasi… kebijakan relaksasi kredit ini juga didukung oleh pemerintah sebagai bagian dari respon menghadapi pandemi corona… Salah satu teman saya ada yang sudah memanfaatkan ini dan mudah saja prosesnya ternyata. Tapi, bila setelah dihitung dengan melakukan berbagai penghematan sana sini ternyata Anda tetap mampu bayar, ya tetap saja jalankan kewajiban seperti biasa…

2. Amankan dana darurat

I know banyak yang meremehkan pentingnya dana darurat dengan berbagai alasan. Bahkan ada juga yang beralasan, “Ngapain sih uang ditumpuk-tumpuk, ada rezeki orang lain di uang kita… jangan ditumpuk-tumpuklah pakai nama dana darurat segala…”

Yada yada yada. Kok kayak yang berusaha menabung dana darurat dianggap tidak beramal ya? Hehe. Menabung dana darurat tidak perlu dipertentangkan dengan kewajiban kita berbagi dengan sesama. Nabung dana darurat sekaligus berzakat atau bersedekah itu ya sudah seharusnya berjalan beriringan selama kita memiliki penghasilan.

Dana darurat ini bantalan penting ketika mendadak perekonomian mendapat kejutan. Semacam sabuk pengamanlah saat tiba-tiba mobil Anda terpaksa harus direm mendadak. Kayak sekarang ini, kondisi perekonomian mendadak kolaps… bila Anda mendadak terkena PHK atau dirumahkan tanpa digaji lagi, apa kabarnya cicilan dan duit makan keluarga? Uang sekolah anak-anakpun tidak libur kendati sekolahnya pindah ke rumah, hehe. Di sinilah pentingnya dana darurat.. sebagai pengganti pendapatan yang mendadak hilang atau berkurang karena berbagai sebab.

Bila Anda sudah punya dana darurat dan masih rutin menerima gaji, tetaplah fokus menyisihkan sebagian pendapatan untuk pos emergency fund. Bila memungkinkan, tambah persentasenya. Jadi, bila biasanya Anda menyisihkan cuma 10% dari pendapatan rutin, tambah saja persentasenya jadi 20%. Di tengah ketidakpastian, cash is the king. Ini berlaku terutama bagi kita yang nilai dana daruratnya belum ideal. Berapa, sih, nilai yang ideal?

Kalau kita seorang lajang tanpa tanggungan, cukup siapkan nominal setara 3-6 kali besar pengeluaran rutin per bulan. Bila sudah berkeluarga tanpa anak, siapkan 6-9 kali besar pengeluaran rutin bulanan. Bila sudah punya anak, sebaiknya di atas 9 kali nilai pengeluaran bulanan. Gimana kalau belum sebanyak itu dana darurat yang dimiliki? Ya, tidak apa-apa… tidak perlu berkecil hati. Fokus saja menambahnya daripada tidak punya emergency fund sama sekali.

Kalau menabung dana darurat dalam bentuk sembako gimana, bu? Sempat ada yang menanyakan seperti ini. Ya, bila berkaca pada kearifan kisah Nabi Yusuf, mengantisipasi paceklik dengan mengumpulkan cadangan kebutuhan makanan pokok adalah langkah yang sah-sah saja. Beberapa ada yang menempuh langkah ini secara gotong royong bersama komunitasnya.

Untuk level individual, jangan sampai menimbun sampai kayak mau buka toko sembako, ya, gaes. Kasian yang belum ada uang untuk beli ntar kena imbas kenaikan harga barang gegara lo gragas menimbun barang. Cukupi saja secara wajar. Misalnya, bila biasanya nyetok beras 10 kilogram untuk kebutuhan 1 bulan, lebihin stok jadi 20 kilogram saya kira masih wajar. Pertimbangkan juga daya simpan. Menyimpan beras terlalu lama juga bisa jamuren, gaes.

Cara lain yang juga oke ditempuh untuk meningkatkan resiliensi keuangan adalah dengan memperkuat pasokan dapur melalui berkebun! Yes, Anda pasti pernah dong dengar yang namanya apotek hidup. Zaman Orba kebijakan ini mafhum banget di kalangan ibu-ibu PKK. Di zaman corona yang entah kapan berakhir ini, tidak ada salahnya kita adopsi langkah itu dengan mengamankan kebutuhan dapur melalui kegiatan bercocok tanam. Tidak usah muluk-muluk buka lahan nan luas. Manfaatkan halaman rumah seadanya itu untuk menanam sayuran dan rempah… bisa menanam dengan teknis biasa maupun dengan teknik hidroponik.

Tanam sayuran yang biasa kita konsumsi. Bayam, kangkung, sawi, cabe, dkk. Meniru teknik resiliensi orang desa, ceritanya. Sayur tinggal petik, ayam tinggal tangkap. Hehe. Banyak kok sekarang paket berkebun untuk pemula yang dilego dengan harga terjangkau. Ya, daripada duit kamu habis cuma untuk langganan streaming drakor atau netflix, sesekali alihkan untuk yang lebih produktif dan nyata manfaatnya di masa krisis seperti ini. Yukssss!

3. Perbanyak sedekah

Banyak yang kesusahan dengan kondisi perekonomian yang terpuruk seperti sekarang. Jangan berdiam diri.

Ah, siapa yang sampai hati berdiam diri 🙁

Terserah mau melakukan sedekah beramai-ramai atau sendiran dan senyap, berbagilah semampu kita. Bila selama ini anggaran untuk zakat, sedekah dan pengeluaran donasi memakan tak sampai 10% penghasilan, perbesar menjadi minimal 15%. Lebih besar lebih baik. Ada banyak kalangan yang lebih dari sekadar terpuruk karena kondisi ini… mereka yang untuk memikirkan makan apa besok saja sudah bingung, habis akal…

Tengok kanan kiri, tetangga samping, depan, belakang.. kerabat yang kesusahan… Saya menangis sesenggukan membaca komen-komen orang-orang yang ikut berdonasi di Kitabisa, aplikasi crowdfunding itu… ada yang nyumbang Rp10 ribu, Rp20 ribu…, dengan segenap keterbatasan masyarakat bahu membahu saling membantu sesama…

Ya, kita bisa hadapi ini bareng-bareng…

Malu lah masih masih bisa langganan netflix tapi donasi doang mikir 1 juta kali… Banyak kanal untuk beramal, pilih aja salah satu… sebisa kita… salah satunya bisa pilih kesini yang pakai tagar #salingjaga https://kitabisa.com/campaign/bantuekonomiwarga #salingjaga yang berfokus membantu kebutuhan hidup masyarakat yang rentan terkena dampak corona… atau, bisa juga sebar donasi ke penggalangan dana untuk mendukung tenaga medis… atau berbagi lewat aksi #traktirojol dan sebagain. Apapunlah, yang penting ikhlas, gaes. Let’s move and do something!

4. Amankan tujuan keuangan jangka pendek

“Mbak Ruisa, kalau situasi kayak gini, pasar anjlok terus, apa kita teruskan investasi? Nilainya terus turun… serem…”

Ada yang bertanya seperti itu. Jawaban normatif dari saya adalah, lanjutkan saja rencana keuangan dengan berinvestasi di produk pilihan kendati tengah menurun terus nilainya. Itu kan sama aja kita membeli sesuatu yang harganya tengah diskon yang dalam jangka panjang ada kemungkinan untuk naik lagi. Tentu saat kondisi normal.

Tapi, saya paham rasanya takut dengan ketidakpastian pasar “di mana bottom penurunan nilai itu?” dan akan seburuk apa ini nanti ujungnya? Ya ya, terkadang rasanya kayak menggarami air di lautan (haha!). Naruh sekian, langsung amblas sekian, dsb. Jalan tengah yang paling masuk akal, menurut saya, amankan dulu rencana keuangan jangka pendek.

Misalnya, anak Anda mau masuk SD atau SMP Juli nanti, fokus amankan dulu kebutuhan dananya sekarang. Untuk tujuan keuangan yang masih lama, bisa sementara ditunda dan fokus mengalihkannya menjadi dana darurat (terutama bila belum ideal nilainya) atau untuk menambal kebutuhan lain yang lebih mendesak.

5. Lebih giat cari pendapatan

Di tengah kecemasan pemburukan ekonomi, masih memiliki pekerjaan dan pendapatan adalah hal yang harus sangat kita syukuri. Jadi, bila ada peluang untuk menambah pendapatan, sikat aja. Selama itu halal, bisa Anda kerjakan dengan senang hati, garap saja, kerjakan saja. Bergiat-giatlah menambah pendapatan. Itulah rezeki yang dititipkan Tuhan pada kita di mana salah satu peruntukannya adalah untuk disedekahkan pada mereka yang membutuhkan…

6. Tetap optimis dan perbanyak doa

Terakhir kali dunia mengalami pandemi sebesar ini adalah satu abad silam, kala flu spanyol memakan nyawa puluhan juta penduduk dunia. Pandemi corona ini memang sama mengerikannya… tapi, sebagai makhluk beriman, tidak ada alasan untuk menyerah pada pesimisme dan skeptisisme. Tetap optimis ini akan berujung, tetap berharap ini semua akan lekas berakhir. Perbanyak doa, perbanyak bicara denganNya.

Tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa izinNya. Pun pandemi corona ini. Alam ingin menyampaikan pesan spesial bagi manusia, penghuni bumi. Saatnya lebih banyak hening. Mendengarkan suara yang selama ini terlalu sering kita abaikan…

Stay healthy, stay sane, and stay safe y’all!

Much love,

RK

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi