#coronajournal: Anak-anak di tengah pandemi corona

Anak-anak rentan stres di tengah situasi seperti ini. Attar dan Aqshal, keduanya belum 7 tahun, sudah mengerti mengapa mereka harus berada di dalam rumah, tidak boleh bermain di luar rumah lagi, bersepeda, bermain bola atau sekadar beranjang sana dengan teman-temannya. Attar juga mengerti mengapa sekolahnya sampai libur dan dia harus menanggung kangen pada teman-teman sekolah juga bunda gurunya. “Supaya tidak terkena virus corona…” begitu dia bilang.

Tapi, seringkali mereka menggugat. “Kapan coronanya selesai, mama? Aku bosan di dalam rumah terus. Aku mau main sama teman-teman. Aku kangen sekolah…”

Pertanyaan itu diputar terus berulang-ulang. Gugatannya semakin menderu-deru ketika dia melihat satu-dua temannya di komplek ini dibiarkan oleh orang tuanya bermain di luar tanpa masker tanpa perlindungan apapun. Orang tua yang ignorant. “Attar jadi ingin main di luar juga…” lalu berakhir dengan menangis. Aqshal hanya melihat. Wajahnya sedih tapi dia lebih tabah. And my heart is breaking.

Saya hanya bisa memeluknya sampai dia puas menangis. Lalu, mengajaknya bicara tentang tantangan zaman pandemi ini. Begitu berulang-ulang. Attar karakternya lebih sensitif dibanding adiknya. Perfeksionist juga. Bukan hal mudah menerima kondisi yang demikian brutal mengubah rutinitas hidupnya sehari-hari. Bagi orang dewasa saja, kenyataan ini memang brutal. Gegeran. Pagebluk. Tiap hari mendengar ada dokter dan tenaga medis gugur, syahid setelah berjuang menangani wabah ini… di tengah kualitas kebijakan yang buruk… lack of leadership…

Sulit untuk tidak mengeluh bahkan mungkin murka. Tapi, lalu apa. Pada akhirnya kita harus memilih. Memilih hal-hal yang bisa kita kendalikan saja. Untuk hal-hal yang sulit dan tidak bisa kita kendalikan, cobalah abaikan saja. Just move on.

Berikhtiar. Kalau memang bisa menahan diri di dalam rumah agar tidak tertular dan tidak menularkan virus, mari kita lakukan dengan ringan hati. Kalau memang yang kita bisa lakukan melihat kekacauan sosial ekonomi akibat pandemik ini baru sebatas ikut donasi semampunya, lakukan itu dengan suka cita. Juga ikhlas. Iringi doa. Semoga kasih sayangNya mengentaskan kita dari keburukan wabah ini…

What doesn’t kill us makes us stronger.

Kalian, anak-anak yang sempat merasakan tantangan langsung di zaman pandemi sebesar ini, akan tumbuh jadi orang yang lebih tangguh, kelak. Lebih welas asih pada bumi. Lebih menyayangi bumi. Kelak kalian bisa bercerita pada anak cucu, bagaimana bertahan di tengah badai pandemi ini. Hikmah apa yang bisa kalian bagi pada generasi lebih muda nanti.

my boys.

Hari ini Attar dan Aqshal ceria. Pagi-pagi Attar bangun dan langsung mandi tanpa disuruh. Lalu dia membersihkan kamarnya. Kebiasaan baru selama “libur corona”. Lalu, saya ajak dia membuat pie susu. Juga belajar mengenal konsep waktu, membaca jam. Siang datang, Budenya datang mengajak anak-anak membuat burger. Pekan lalu, tugas-tugas mereka lakukan dengan riang gembira. Membersihkan kamar. Membereskan mainan. Membantu mama menjemur baju. Dan sebagainya.

Kini, tiga bocah saya telah lelap ke alam mimpi. Setiap hela nafas saya, teriring doa untuk kesejahteraan mereka. Semoga Allah selalu melindungi kalian dalam rahmat dan ridhoNya. Menjauhkan kalian dari marabahaya, penyakit-penyakit mematikan… bersama kita lewati badai ini, menjadi keluarga yang lebih kuat. Allahumma amin.

Tangerang, 5 April 2020 – #coronajournal day-2

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi