Berdamai dengan Plasenta Previa...

Sesekali ngobrol tentang hal di luar keuangan, boleh dong 🙂

Risiko itu memang ada dan kami sadari sebelum saya dan suami merencanakan anak ketiga ini. Setelah kelahiran Aqshal, anak kedua kami, yang penuh drama karena plasenta previa dan memicu kelahirannya yang terbilang prematur (UK 36w5d), hampir 4 tahun lalu; kami berbaik sangka kehamilan keempat kali ini akan baik-baik saja, diberikan kelancaran dan kemudahan olehNya. Mental insyaallah lebih siap. So, begitu lepas kontrasepsi, tidak butuh waktu lama alhamdulillah saya diberi rezeki hamil. Karena ini kehamilan saya yang keempat, rasanya, ya, jauh lebih santai, hehe. Walau ternyata proses hamilnya ga sesantai yang saya bayangkan :))

Dibanding ketika mengandung Attar dan Aqshal, kehamilan kali ini membuat saya merasakan evening sickness. Setiap bangun pagi, saya bangun dengan segar bugar, bersemangat. Tidak ada rasa mual, begah, males-malesan. Rasanya malah berenergi. Ya, selain tentu saja di pagi hari saya emang tidak bisa berleha-leha karena harus sibuk nyiapin anak jalan sekolah… bikinin sarapan dan bekal sekolahnya… Di trimester awal juga saya banyak menghadang rasa mual dan begah dengan mengonsumsi green juice atau jus sayur. Enak banget di badan.

Nah, bila pagi saya begitu berenergi, begitu masuk sore hari, yang terjadi adalah sebaliknya. Sekitar jam 4 sore, tubuh saya seolah lunglai. Mual sangat terasa dan sering sekali diakhiri dengan muntah-muntah. Tidak doyan makan apapun. Akhirnya, agar tetap ada asupan, hampir tiap hari saya Go-Food-an milih menu yang sekiranya bisa saya makan… Masakan yang saya masak? Ku tak doyan, haha. Setiap mandi pun saya agak-agak takut karena bau air pun saya bisa muntah… sikat gigi juga pasti muntah, huhu. Muntahnya gak santai pula, sampai perut berasa terperas 🙁

Saya sempat membatin, apa kali ini janin yang saya kandung berjenis kelamin perempuan… mengingat gaya hamil kali ini, kok, kayaknya jauh lebih manja dibanding kehamilan-kehamilan sebelumnya, haha. Ini berlangsung sampai usia kehamilan sekitar 5 bulanan.

Plasenta previa (lagi)

Ketika kami pergi kontrol rutin ke dokter kandungan, sekitar usia kehamilan 23w, mendapatkan kabar kurang enak. Di layar USG terlihat jelas, posisi plasenta saya ada di bagian bawah, menutup jalan lahir sepenuhnya. Dokter kandungan, sih, membesarkan hati. Dia bilang, sebenarnya sebelum UK 28w, letak plasenta di bawah belum bisa menjadi dasar vonis “kehamilan dengan plasenta previa”. Itu karena posisi plasenta masih bisa berubah seiring pembesaran ukuran rahim…

Kendati sedikit terpukul (karena, kok, ya, ketemu kasus ini lagi…), kami mencoba positive thinking. Semoga letak plasentanya nanti terus bergerak ke atas. Walau sejujurnya, trauma itu masih ada. Sepulang dari dokter, saya paranoid jadinya. Gimana kalau terjadi lagi drama seperti kehamilan (dan kelahiran) Aqshal, 4 tahun lalu… Suami mencoba membesarkan hati dan saya pun tidak punya pilihan lain selain berusaha berpikir positif, merawat harapan dan terus berkegiatan seperti biasa….

Anyway, emang apa, sih, plasenta previa itu?

Sebuah kehamilan disebut kehamilan dengan plasenta previa ketika ari-ari atau plasenta terletak di bagian bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Pada kehamilan Aqshal dulu, saya divonis plasenta previa totalis karena ari-ari menutup total jalan lahir. Plasenta previa termasuk kehamilan berisiko karena bisa menyebabkan perdarahan sebelum waktunya persalinan datang.

Perdarahan sebelum persalinan akibat plasenta previa tidak terasa sakit (painless bleeding), tapi bisa membuat kualitas plasenta menurun dan membahayakan kondisi janin ketika suplai oksigen dan makanan terganggu kondisi plasenta yang bermasalah. Apabila perdarahan terjadi terus menerus, bayi harus segera dilahirkan kendati usianya masih belum cukup matang (prematur). Sedang ketika persalinan, kehamilan dengan plasenta previa memunculkan risiko perdarahan hebat terutama bila terjadi perlengketan plasenta dengan organ dalam lain seperti kandung kemih.. Istilah medisnya, plasenta akreta.

Supaya kehamilan dengan kondisi plasenta previa bisa diperkecil risiko-risikonya, ibu hamil dilarang kontraksi. Apa saja yang bisa memicu kontraksi? Kecapekan, naik turun tangga, berhubungan suami istri, dan aktivitas-aktivitas lain yang menguras fisik.

Apa, sih, penyebab kehamilan plasenta previa? Ada beberapa hal:

1. Hamil saat usia di atas 30 tahun (yes, i am)

2. Kehamilan sebelumnya juga mengalami plasenta previa (pas hamil Aqshal, saya juga PP)

3. Pernah menjalani operasi rahim seperti kuret (yes, i did in my 1st pregnancy), operasi caesar (yes, i did SC twice with Attar and Aqshal)

4. Merokok (ku tidak merokok, sih)

5. Bukan kehamilan pertama (ini kehamilan keempat saya)

6. Pernah keguguran (pada kehamilan pertama saya mengalami blighted ovum yang mengharuskan saya kuret di UK 12w)

Jadi, saya memiliki 5 dari 6 penyebab plasenta previa. Bisa dibilang, risiko saya mengalami plasenta previa lagi memang besar.

Mungkin ada yang bertanya, sudah tahu risiko mengalami plasenta previa lagi cukup besar, mengapa berani hamil lagi? Ya, namanya juga ingin nambah anak, hehe. Saya dan suami memang ingin punya keluarga besar. Tiga anak at least. Selain itu, emang sempat kepikir siapa tahu kali ini kami diberi anak perempuan, haha. Walau bagi kami apapun jenis kelaminnya, kami syukuri saja. Laki atau perempuan sami mawon 🙂

Baca: Cerita Kelahiran Aqshal, Our Happiness #2

Back to my story…

Suatu malam, saya terbangun dari tidur dan ingin buang air kecil. Pergilah saya untuk BAK dan betapa kaget ketika saya lihat kloset berwarna merah. DARAH. Rasanya ingin menangis keras. Saya bangunkan suami. Tentu saja kami shock, tapi karena sudah memperkirakan risiko itu, kami sama-sama yang merasa: “Ya, sudah kehendak Allah bila kami harus menghadapi kondisi ini lagi…”

Lebih ke pasrah walau sedih juga dicampur takut. Tapi, kami tidak lagi sepanik dulu…

Tindakan kami ketika itu adalah, saya langsung memasang pembalut dan berbaring di kasur tanpa banyak bergerak, meminum penguat kandungan. Ya, kami tidak langsung pergi ke rumah sakit seperti dahulu. Kami memilih menenangkan diri lebih dulu dan memantau apakah perdarahan masih berlanjut. Saya berusaha tidur dan mengusir stres jauh. Alhamdulillah, perdarahan berhenti. Terjadi sekali saja saat BAK. Flek di celana dalam juga hanya sedikit sekali. Keesokan hari, ketika kondisi saya sudah cukup kuat, kami baru pergi ke dokter.

Di layar USG memang terlihat plasenta saya ada bekas perdarahan. Posisi plasenta tetap di bawah, menutup total jalan lahir. Dokter memberi obat pencegah kontraksi sebagai antisipasi dan meminta saya bedrest, tidak berhubungan suami istri, tidak boleh kecapean, menjaga supaya tidak kontraksi dan jangan sampai perdarahan lagi.

Karena sudah jelas kehamilan kali ini berisiko lagi, suami bertindak tegas. Saya harus tirah baring alias bedrest total dan tidak boleh mengerjakan pekerjaan rumah apapun. Kecuali menulis… karena masih bisa dilakukan di atas kasur dengan kondisi duduk. Itupun ga boleh lama-lama. Saya menurut dan mencoba menikmati. Walau bosan banget dan kadangkala merasa sedih karena merasa useless cuma tiduran doang. Alhamdulillah anak-anak mengerti kondisi mamanya. Mereka tahu mamanya sedang dalam kondisi tidak normal… jadi mereka tidak rewel, malah bolak balik ke kamar atas sekadar ingin main di dekat mama atau ingin memeluk mamanya… *terharu

Yang saya syukuri juga, kehamilan kali ini saya sudah tidak perlu berjibaku bekerja kantoran yang sangat menguras tenaga dan stres, hehe. Pekerjaan bisa saya kerjakan di rumah tanpa harus lompat ke sana sini naik KRL. Maktub 🙂

Baca: Mendadak Plasenta Previa

“Tugas kamu sekarang cuma satu: jaga kandungan sampai HPL nanti, kita berusaha supaya tidak sampai ada pendarahan lagi. Lebih baik begini, bedrest di rumah daripada kamu harus bedrest di rumahsakit.. malah repot aku nanti…” demikian suami saya menegaskan.

Supaya tidak terlalu bosan, saya bawa beberapa buku dari perpustakaan di lantai bawah ke kamar. Saya juga langganan Netflix lagi, haha. Puji syukur, pekerjaan masih bisa saya kerjakan di atas kasur. Ibu saya sempat khawatir, sih, “Kerja kan tetap pakai energi, pikiran paling tidak… apa tidak sebaiknya total tiduran saja?” tanya beliau. Saya bilang, pekerjaan saya tidak setiap hari dan insyaallah ringan. Saya sendiri kalau 100% tidak melakukan apa-apa, terus terang saja stress banget. Menulis adalah terapi saya yang terbaik.

Kondisi terakhir…

Terakhir kami cek ke dokter kandungan, posisi plasenta emang tidak jauh berubah. Masih di bawah menutup total jalan lahir. Istilah medisnya: Plasenta Previa Totalis. Dokter bilang, yang terpenting adalah menjaga agar jangan sampai ada kontraksi rahim. Kontraksi rahim bisa memicu pendarahan. Sedang bila terjadi pendarahan dan “merusak” kondisi plasenta, kesejahteraan janin di perut bisa terganggu. Maklum, bayi di rahim bergantung pada plasenta sebagai pemasok nutrisi dan oksigen.

Jadilah, saya off dari hampir semua kegiatan. Melewatkan banyak undangan mulai dari undangan pernikahan anak tetangga depan rumah, absen arisan keluarga, absen undangan hangout, tidak bisa ikut kegiatan ibu-ibu komite di sekolah anak, boro-boro pergi nge-mall untuk sekadar belanja bulanan, refreshing atau ke pasar belanja mingguan. Saya hanya boleh di rumah, di kamar, di kasur. Literally.

Beberapa kali suami pergi kondangan sendiri, ikut arisan sendirian, nemenin anak di undangan ultah temennya, ajak anak-anak ke mal sendiri juga. Saya harus ikhlas cuma diem di rumah. Ya, udah, mau gimana lagi, demi mempertahankan kehamilan supaya bisa full-term….

Justru saya banyak bersyukur, suami sangat suportif dan hands on almost everything. Situasi seperti ini makin menguatkan ikatan kami dan semakin menyadarkan saya betapa baik Allah SWT mengirimkan lelaki ini sebagai jodoh saya. Saat mental saya jatuh, kombinasi antara merasa tak berdaya sekaligus kesal karena tidak boleh ngapa2in, dia tak henti menguatkan. “Nikmati saja semua ini sebelum nanti kamu sibuk jadi ibu tiga anak…” atau yang bikin nyess… “Makasih, ya, sudah mengandung dan menjaga anak kita…” terdengar sederhana tapi itu mampu bikin saya mbrebes mili.

Pertengahan November kami periksa kehamilan di dokter kandungan yang berbeda. Sekadar ingin refresh saja dan kebetulan dokter tersebut memiliki fasilitas USG 4D. Alhamdulillah, perkembangannya baik dan normal sesuai usianya. Di usia kehamilan saat itu, berat badannya sekitar 1,2 kilogram. Posisinya melintang dengan letak kepala di perut bagian kanan. Kami USG 4D sehingga berkesempatan melihat wajah si nomer 3 ini… Ah, terjawab sudah rasa penasaran selama sekian bulan ini seperti apa makhluk kecil yang sekian lama berdiam di rahim saya itu 🙂

Insyaallah kami dikaruniai anak lelaki lagi, haha! Alhamdulillah, ya, jagoan semua, wkwkw. Membayangkan ada tiga jagoan kecil di rumah ini, sudah bikin saya ngakak sendiri. Dua cowok kecil saja luar biasa ya, buibuk. Super aktif, jauh lebih agresif daripada anak perempuan, luar biasa menyedot energi dan semua hobinya sama: rebutan mama terutama saat menjelang tidur malam. Sampai mamanya ga bisa gerak, hahaha.

Yang pasti, abis si #babyAnumber3 ini lahir, saya dan suami sudah memutuskan “tutup pabrik”. Insyaallah tiga anak cukup bagi kami. Betapa pemurahnya Allah pada kami, memberi rezeki sekaligus amanah seberharga anak… Semoga kami mampu menjaga amanah-amanah dariNya selalu. Aaamiin.

To my #babyAnumber3

Semoga sehat terus ya, sayang…

Lahirnya saat udah gedean aja, ya… pas udah cukup bulan… semoga Allah memberikan kelancaran dan kemudahan saat persalinan nanti… sehat sempurna lengkap selamat semua. Aaamiin ya robbal aalamiin. Mohon doanya juga dari teman-teman semua, ya 🙂

Update

Si bontot sekarang sudah 18 bulan, time flies superfast… jarang kemana-mana karena yeah ini pandemic ga kelar-kelar, huhuhu. But, all is well. Adil, yes, that’s his name, hehe… tumbuh jadi anak yang sehat, lincah, pinter, dan karakternya cenderung koleris-sanguin keknya, hahaha. Kehadiran anak-anak ini, membuat tahun pandemi jauh lebih ringan kami lalui… Sehat-sehat terus ya Kiddos!!

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi