Investasi Emas Ketika Pasar Finansial Tak Pasti: Yay or Nay?

Ketika kondisi pasar finansial tak jelas arah cenderung lesu, ditambah ancaman resesi perekonomian di depan pintu, tepatkah berlari membeli emas?

Bila kamu termasuk rajin mengikuti pemberitaan ekonomi di media massa, mungkin kabar tentang ancaman resesi perekonomian global sudah sering kamu baca. Perlambatan ekonomi kian nyata, ancaman resesi sudah di depan mata. Para ekonom memberi peringatan agar kita bersiap-siap menghadapi kondisi tidak mengenakkan itu. Hmmm, tapi… omong-omong, resesi ekonomi itu apa, sih?

Ketika perekonomian suatu negara atau kawasan menurun secara signifikan selama minimal 6 bulan, itulah yang disebut dengan kondisi resesi. Biasanya indikator penurunan dilihat dari 5 indikator berikut, yaitu PDB riil, pekerjaan, pendapatan, manufaktur dan penjualan ritel. Indonesia tentu saja tidak kalis dari ancaman itu. Perekonomian RI sudah memperlihatkan banyak gejala perlambatan. Tecermin dari penurunan pendapatan pajak yang baru mencapai separo target hingga akhir Agustus lalu. Belum lagi penurunan pajak pertambahan nilai (Ppn) yang mencerminkan penurunan aktivitas bisnis.

Perlambatan ekonomi kian terasa. Resesi sudah di depan mata.

Turki sudah jatuh dalam kondisi resesi. Argentina juga krisis ekonomi. Kondisi menyesakkan ini berpangkal dari perang dagang dua negara adidaya yaitu China dan Amerika Serikat. Strategi Amerika ternyata salah besar memerangi China, karena penerapan bea masuk tinggi untuk barang-barang asal China nyatanya malah memukul industri manufaktur mereka sendiri, haha. Perekonomian Negeri Paman Sam pun malah menghadapi ancaman perlambatan. Nah, globalisasi ekonomi membuat semua berbelit. Daun jatuh di Amerika atau China bisa-bisa memicu badai di negeri kita. Ibaratnya seperti itu. Negeri kita pun tidak bisa menghindar sepenuhnya dari ancaman itu. Latar belakang makroekonomi inilah yang membuat pasar finansial global, termasuk di Indonesia, gonjang ganjing tak karuan.

credit pics from here.

Kamu yang sejauh ini sudah memiliki aset di pasar finansial, apakah itu berbentuk reksa dana, saham atau obligasi, tentu sudah merasakan efek dari gonjang-ganjing itu. Menyebalkan, ya, hehe. Anjlok terusssss. Saya sendiri mencatat, penurunan siginfikan dari beberapa aset yang saya miliki di pasar finansial. Walau ada beberapa reksa dana dan saham yang bertahan dan masih cuan, tapi rata-rata penurunannya lumayan bikin senewen. Kalau sudah begini, orang biasanya agak takut mau masuk menambah aset-aset di sana. Kuatir pasar makin jeblok, haha. Manusiawi, kok, itu 😛

Tapi, lalu, jadi banyak pertanyaan. Kalau semua instrumen investasi tengah merah seperti itu, mau naruh uang di mana? Kalau dibiarkan dalam bentuk uang kertas saja atau dalam bentuk paper investment lain, lalu mendadak krisis datang, bisa wassalam nilai uang kita tergerus nilainya. Kalau sudah begini, enaknya nyimpen duit di manakah? Para investor kawakan sejak lama seringkali menyerbu emas ketika kondisi pasar tengah tak pasti. Emas menjadi safe haven atau instrumen lindung nilai (hedging) yang paling tahan banting terhadap ancaman krisis.

Menyerbu emas kala ketidakpastian tinggi: Yay or Nay?

Awal September lalu, ketika Turki resmi terbenam dalam resesi, harga emas dunia langsung melesat di level tertinggi sejak tahun 2014 silam, yaitu di harga US$ 1.556,20 per troy ounce. Reli harga emas terus berlanjut. Di dalam negeri, kita mencatat harga emas logam mulia PT Aneka Tambang Tbk yang kerap jadi acuan, kini bertengger di posisi Rp762.000 per gram (9/10/2019). Wow banget, ya! Ketika saya jual emas batangan akhir 2018 lalu, harganya masih berkisar Rp600-an ribu per gram.

Harga emas terus melesat naik karena permintaan pembelian semakin banyak seiring ketidakpastian ekonomi. Padahal, harga buyback atau harga jual kembali emas Antam masih berkisar Rp687.000 per gram. Ada selisih Rp75.000 dari harga jualnya. Selisih yang lebar, IMO. Jadi, kalau mau naruh uang dalam bentuk investasi emas, apakah masih tepat dengan harga yang sudah setinggi itu?

Lebih lanjut lagi, benarkah investasi di emas semenjanjikan itu sehingga harga tinggi seperti saat ini tak perlu terlalu dirisaukan? Menurut pendapat saya, emas memang oke menjadi safe haven di kala kita bingung mau naruh duit di mana yang relatif “aman” dan tahan banting terhadap inflasi. Emas juga masih oke dalam jangka panjang. Tapi, benarkah prospek harganya emang menjanjikan sebagai investasi jangka panjang?

Ya, kalau kita lihat pergerakan harga emas global, menurut analisis di sini, dalam 10 tahun terakhir, harga emas cuma naik 47,69%. Bila dirata-rata per tahun cuma naik tak sampai 5%. Tapiiiiiiii, itu harga emas global, ya. Emang, sih, harga emas di sini juga mengacu harga global, tapi harga emas Antam juga dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, gaesss! Di mana keduanya bergerak berkebalikan. Maksudnya, ketika harga emas global naik, biasanya harga dollar AS di pasar global turun. Sebaliknya, saat harga emas global turun, harga dollar AS naik.

Bingung, gak? Hahaha. Pegangan dulu 😛

Biar ga bingung lama-lama, yuk, lihat data berikut:

Data harga emas diambil dari sini.

Kisaran tahun 2009-2010 lalu, atau 10 tahun silam, harga jual emas Antam (harga saat kita membeli emas Antam), sekitar Rp320.000 per gram. Bila saat ini harga jual emas Antam bertengger di level Rp762.000 per gram, maka dalam 10 tahun terakhir kenaikan harga emas Antam mencapai 138,12% atau 13,8% per tahun. Jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga emas global di rentang yang sama yaitu sekitar 50-an%. Ini karena harga jual emas Antam dipengaruhi juga oleh naik turun kurs rupiah terhadap dollar AS.

Jadi, kalau 10 tahun lalu, kamu beli emas 10 gram seharga Rp3,2 juta, nilainya kini sudah melesat jadi Rp7,62 juta. Tapi, saat dijual kembali harganya mengacu pada buyback price Antam (yang lebih rendah dari harga jual Antam). Harga beli kembali emas Antam sekarang adalah Rp687.000 per gram. So, bila hari ini kamu mau menjual emas hari ini, emas kamu nilainya Rp6,87 juta dan memberikan keuntungan sebesar Rp3,67 juta rupiah atau setara 114,7%. Lumayan!

Jadi, investasi emas hari-hari ini: Yay or Nay?

Saya #teamYay dengan beberapa catatan sebagai berikut:

1. Investasi emas untuk jangka panjang

Melihat tren harganya, pertumbuhan harga emas cukup stabil dalam jangka panjang di atas 5 tahun. Jadi, kalau memang kamu mau beli emas untuk simpanan, perlakukan saja sebagai simpanan jangka panjang. Jangan baru beli bulan lalu, lantas hendak dijual bulan depan, hehe (kecuali kepepet yaaa). Dengan memperlakukan emas sebagai investasi jangka panjang, kita masih bisa berharap pertumbuhan harga yang signifikan sehingga keuntungan yang didapat kelak juga besar, gitu, lho.

2. Emas sebagai bagian dari dana darurat

Yes, saya termasuk kalangan yang menjadikan emas sebagai bagian dari dana darurat. Maksudnya gini. Bila kamu punya target memiliki dana darurat sebesar, anggaplah, Rp50 juta, apa iya cukup “aman” bila semuanya diwujudkan dalam bentuk uang kertas atau reksa dana pasar uang? Kalau saya, sih, enggak. Inget ungkapan “jangan taruh semua telur dalam satu keranjang”. Sebar saja ke dalam berbagai bentuk instrumen, jangan cuma paper investment doang. Misalnya, 50% berbentuk uang tunai (entah di deposito atau tabungan rencana bank), 30% berbentuk emas, dan sisanya mungkin di reksa dana pasar uang atau di obligasi jangka pendek.

Baca juga: Dana Darurat, Asuransi atau Investasi, Mana yang Lebih Penting?

Emas menurut saya memenuhi kualifikasi sebagai bagian dari dana darurat karena sifatnya likuid, nilainya stabil dan tidak harus dijual saat dibutuhkan (ada opsi gadai). Kelebihan lain adalah, emas itu riil asset, bukan paper asset 🙂

3. Beli emas santai saja, jangan kemrungsung

Ada kalanya ketika ketika euforia harga emas melanda, orang terjebak ikut tren sehingga membeli emas ataupun terpikat tawaran investasi emas yang macem-macem bentuknya.. Ini pernah terjadi di kisaran tahun 2011-an lalu, ketika harga emas global terus melesat naik gila-gilaan… di Indonesia menjamur tawaran investasi emas dengan janji surga, haha. Dikira harga emas akan terus naik menggila…

Inget, dong, skandal investasi bodong GTI? Saya sempat menulisnya di sini sebagai “warning” di awal-awal kemunculan skema investasi GTI yang akhirnya menyeret banyak korban itu…

Moral ceritanya, jangan kemrungsung bin serakah. Kalau memang ada uang yang bisa dibelanjakan untuk beli emas, ya beli saja. Cuma, tidak perlu serakah juga. Balik lagi ke nomer 1 dan 2, perlakukan sesuai tujuan keuangan kamu saja.

4. Beli emas di mana?

Sekarang udah banyak banget pilihan pembelian emas. Bisa beli emas fisik langsung di toko emas, atau beli di Butik Antam, atau kalau enggan pegang fisik emas (yang butuh effort juga untuk merawat dan menyimpannya.. ditambah risiko keamanan), kamu bisa menimbang beli emas digital di Brankas LM ataupun Pegadaian.

Baca juga: Pilih Mana, Menabung Emas di Pegadaian atau Brankas LM?

Sebenarnya ada banyak lagi sih pilihan beli emas digital, kayak di marketplace gitu ataupun di aplikasi emas. Semakin praktis juga dan banyak gimmick menarik. Namun, pastikan kamu memilih aplikasi yang aman, ya. Gimanapun, emas digital itu kita tidak pegang fisik emas. Jadi, jangan sampai terjadi kesulitan mencetaknya jadi emas fisik di kala kamu membutuhkan.

Nah, itulah beberapa hal yang ingin saya bagi tentang emas di tengah situasi pasar finansial yang tengah tak pasti seperti saat ini. Drop your comments below so we can discuss further 😉

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi