Viral Gaji 8 Juta: Gaji Fresh Graduate Besar atau Kecil Itu Enggak Penting!

Para netizen di republik +62 ini tidak pernah kehabisan bahan rumpian, ya. Setiap hari ada saja bahan baru yang bisa asyik dirumpikan sambil ngupi-ngupi, hihi. Tempo hari ramai sekali orang ngerumpiin viral #gaji8juta di berbagai kanal media sosial. Pasti udah pada denger juga kan? Intinya, ada seorang lulusan, anak fresh graduate dari Universitas Indonesia yang curhat di IG story gitu… dia merasa tersinggung karena ditawarin gaji Rp8 juta oleh calon pemberi kerja dia. Dia merasa, gaji segitu kekecilan dong secara dia lulusan universitas bergengsi di Indonesia. Hebohlah para netizen, wkwkwk.

gaji fresh graduate

Banyak yang menilai, si anak fresh graduate ini songong karena ditawarin gaji segitu malah merong-merong. Banyak juga yang menilai, wajar bila si anak baru kelar kuliah minta segitu. Cuma, sikapnya aja yang disayangkan, karena terkesan kurang sopan.

Well, well…

Sebenarnya gaji Rp8 juta untuk level gaji fresh graduate itu gede enggak sih di tahun 2019 ini? Saya belum ada survei khusus, ya, tentang pergajian anak baru netes dari kampus ini… cuma, untuk menilai gaji Rp8 juta itu layak atau tidak untuk level fresh graduate akan ada banyak faktor yang perlu dilihat. Misalnya, perusahaan apa yang dimasuki? Kalau ke perusahaan media dapet segitu di awal, ya, gede laaahh, hahaha. Tapi, kalau masuk ke perusahaan sektor migas atau FMCG, mungkin standar juga segitu. Bila dibandingkan dengan tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) tertinggi tahun 2019 yaitu DKI Jakarta sebesar Rp3,9 juta, jelas angka Rp8 juta itu jauh di atasnya…

Sedikit cerita…

Pekerjaan resmi pertama saya dulu adalah menjadi calon reporter di media ekonomi nasional, sekira tahun akhir 2007 (Saya sebut pekerjaan resmi karena sebelumnya saya sudah berpenghasilan sejak di masa kuliah walau statusnya bukan penghasilan tetap melainkan by project dengan nilai ga seberapa). Nah, omong-omong gaji pertama saya di akhir tahun 2007 itu terhitung lumayan, lumayan bila dibandingkan level gaji fresh graduate di perusahaan media lain maksudnya. Kalau tidak salah ingat, take home pay yang saya terima waktu itu sekitar Rp3,2 juta. Take home pay berarti termasuk gaji pokok, tunjangan macam-macam… (sayang, deh, slip gaji pertama tidak saya simpan, hehe). Abis itu setelah lulus jadi reporter (masa percobaan menjadi calon repoter adalah satu tahun), gaji otomatis naik. Selanjutnya, per tahun kenaikannya moderat saja.. malah pernah cuma naik 3%, haha. Tapi, alhamdulillah, cukup-cukup saja, tuh 😛

Bila mengikuti laju inflasi tahunan selama 10 tahun terakhir (2008-2018), inflasi tahunan rata-rata sekitar 5,87%. Bila mengikuti hal tersebut, gaji fresh graduate di tahun 2007 yang sebesar Rp3,2 juta, 12 tahun kemudian seharusnya setara Rp6,34 juta. Jadi, bila gaji fresh graduate di tahun 2007 sebesar Rp3,2 juta dinilai layak, maka gaji fresh graduate tahun 2019 yang seharusnya cukup layak adalah di level Rp6,34 juta. Sederhananya begitu.

Namun, bagaimana fakta di lapangan? Faktanya, ada banyak perusahaan yang mampu memberikan gaji fresh graduate di atas Rp6,34 juta. Walau mungkin lebih banyak lagi yang memberikan gaji di bawah itu. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2018, lulusan universitas yang bekerja di Indonesia, rata-rata mendapatkan gaji Rp5,06 juta untuk 8 jam kerja dikalikan 5 hari kerja. Tidak ada keterangan ini level gaji untuk fresh graduate atau untuk yang sudah berapa lama bekerja…

Gimana kalau gajiku tidak sebesar itu, mbakSis dan omBro…

gaji fresh graduate

Apabila saat ini gaji kamu sudah sesuai harapan, ya banyak-banyaklah bersyukur. Tapi, gimana kalau gaji masih belum sesuai keinginan bahkan cenderung kurang? Sejujurnya saya mau bilang, gaji besar atau kecil itu tidak terlalu penting. Ah, masak sih? Ya, penting, sih. CUMA, kalau Anda bergaji besar tapi tidak bisa mengelolanya ya sama aja boong, mbakSis dan omBro!

Ada banyaaaaaaak sekali fakta yang saya temui tentang hubungan antara gaji dan kesejahteraan/kesehatan finansial. Ada yang penghasilannya, anggap saja, di kisaran Rp5 juta… tapi karena dia punya financial habit yang bagus, dengan gaji segitu pun dia bisa punya tabungan dan mampu beramal. Di sisi lain, ada banyak juga saya temui kelompok dengan gaji Rp30 juta bahkan Rp40 juta, tapi tidak punya tabungan memadai, boro-boro asuransi, utang kartu kreditnya gede, dikejar-kejar debt collector, aset yang signifikan pun tak punya. Sedih, gak, sih… kalau kata Pak Beye: “Saya prihatin…” YHAAA!

Ini membuktikan, tidak ada relevansi kuat antara gaji besar/kecil dengan kesehatan finansial. Padahal kesehatan finansial adalah syarat utama kesejahteraan keuangan.

Jadi, apa, dong, yang paling menentukan di sini? Ya, pengelolaan keuangan. Di tengah kehidupan yang begitu gegap gempita dengan media sosial nan berisik, godaan gaya hidup itu terpampang nyata. Kalau tidak awas, ya, isi dompet bakal jebol aja berapapun gaji kita.

Jurus mudah mengelola gaji fresh graduate

Kelola sekarang atau menyesal kemudian

Mungkin banyak orang merasa omong kosong dengan omongan financial planner yang selalu aja nyaranin orang untuk nabung, nabung dan hemat, hemat, hemat. Hahahahaha! Lu kira gw kagak? Zaman dulu, zaman jahiliyah soal perduitan, itulah yang saya rasakan saat baca berbagai petuah penasihat keuangan itu… muak karena saya tahu susahnya memaksa diri untuk menabung, wkwkwk.

Tapi, ya, mau sampai kapan, sih, masa bodo dengan keuangan sendiri? Ntar, yang ada malah nyesel. “Duuuhhh kenapa ga dari dulu yaaa aku nabung, atau beli saham atau ini itu.. kan lumayan cuannya gede kalau diambil sekarang.” dst dsb. Menabung emang gak mudah. Tapi tidak mustahil dilakukan. Nah, biar adik-adik millennial dan adik-adiknya lagi bisa langsung praktik, yuk simak jurus mudah di bawah ini:

1. Menabung di awal gaji masuk

Setiap kali mendapatkan penghasilan, langsung potong minimal 10%-20% untuk tabungan dana darurat. Jadi, semisal gaji kamu setiap bulan Rp5 juta, langsung sisihkan Rp1 juta ke rekening khusus tabungan dana darurat. Setelah itu, baru bagi lagi pendapatan kamu ke pos-pos penting lain, seperti pos zakat, pos belanja dapur rutin, pos biaya transportasi, dan sebagainya. Idealnya, maksimal pendapatan yang digunakan untuk menyokong kebutuhan hidup sehari-hari, memakan 50% dari gaji.

  • Tabungan dana darurat Rp1 juta-Rp1,8 juta
  • Zakat dan amal sedekah lain Rp200.000
  • Kebutuhan sehari-hari (mulai dari makan, transportasi, dsb) Rp3 juta

2. Bangun dana darurat lebih dulu, baru investasi

Dana darurat bila kamu masih lajang adalah minimal sebesar 3x pengeluaran bulanan. Jadi, bila pengeluaran bulanan kamu Rp3 juta, maka dana darurat yang harus kamu miliki minimal sebesar Rp9 juta. Besar kebutuhan dana darurat akan berbeda (sudah pasti lebih besar) bagi yang sudah berkeluarga dan memiliki anak.

Kalau nabung dana darurat mulu (yang notabene di instrumen minim risiko), kapan saya investasinya, kak? Sabarrrr. Tunggu paling tidak dana darurat kamu mencapai 50% dari target, baru bisa kamu mulai memakai sebagian pendapatan untuk berinvestasi. Itu pun dengan catatan, kebutuhan asuransi dasar sudah kamu miliki, ya.

3. Jangan mudah tergoda utang… dan cicilan 0%

Ini dia godaan terbesar, ha ha ha. Saat seseorang memiliki penghasilan, biasanya dia tergoda untuk menambah aset… alias barang yang sayangnya tidak selalu bersifat produktif. Hayo ngaku siapa yang ingin ganti gadget begitu punya gaji? Hahaha. Gaji Rp5 juta, hape-nya harga Rp4 juta… ckckckk. Kan, pake cicilan 0%, kak?

Jadi, gini… biar arus kas kamu tidak menghadapi tekanan terlalu berat, upayakan untuk menjaga beban cicilan maksimal memakan 30% dari pendapatan bulanan. Jadi, kalau gaji Rp5 juta, maksimal beban cicilan bulanan berapa, anak-anak? Yes, benar.. maksimal Rp1,5 juta. Itu teorinya, ya. Tapi, kalau saya agak kurang rekomendasi, sih… apalagi kalau dana darurat belum aman dan kebutuhan sehari-hari masih engap-engapan, ya mending hindari dulu deh berutang…

4. Mulai memiliki catatan keuangan pribadi

Ini banyak diremehkan padahal penting banget untuk dilakukan, gaes. Pendapatan kamu adalah hasil kerja keras kamu, jadi apa iya dibiarkan begitu saja menguap entah kemana tanpa kamu tahu persis? Mulailah memiliki catatan keuangan pribadi berisi catatan arus kas. Itu, lho, yang berisi kolom pendapatan dan pengeluaran. Untuk kolom pendapatan, kamu bisa perinci apa saja sumbernya (bisa gaji, bonus, THR, pendapatan lain).

Sedang kolom pengeluaran bisa kamu bagi menjadi beberapa bagian. Antara lain, pos pengeluaran primer seperti belanja bulanan, transportasi, bayar listrik/air/gas, zakat, dan sebagainya. Lalu, pengeluaran wajib antara lain, pembayaran asuransi, cicilan utang, dan lain-lain. Disambung pengeluaran tabungan dan investasi mulai dari tabungan dana darurat, investasi dana pensiun, dan sebagainya. Terakhir, pos pengeluaran sekunder seperti biaya nongkrong di akhir pekan, pos perawatan diri, pos hiburan, dan lain sebagainya.

Dengan memiliki catatan arus kas, kamu jadi mudah untuk mendeteksi pos mana yang sering melebihi rencana anggaran, pos mana yang sebenarnya masih bisa dihemat… lebih dari itu, catatan seperti ini membantu kamu untuk selalu “aware” dengan kondisi finansial kamu. Jadi, ga asal main tubruk saja saat ada godaan sale *eh 😛

5. Miliki target keuangan pribadi

Target memudahkan kamu untuk fokus dan tidak mudah “meleng” di tengah jalan. Bikin target yang gampang-gampang aja dulu. Misalnya, ingin liburan ke Raja Ampat tahun depan. Ya, mulailah nabung mulai sekarang… bangun kebutuhan dananya dulu agar acara liburan impian bisa terwujud tanpa berutang.

Atau, ingin punya rumah sendiri dua tahun lagi… ya, mulailah mengumpulkan dana pembelian rumah. Minimal kebutuhan uang mukanya. Dan sebagainya. Gampang, kan?

Begitulah kira-kira trik mudah mengelola keuangan bagi para fresh graduate. Jadi, mau gaji Rp8 juta atau Rp5 juta atau Rp3 juta sekalipun, tidak terlalu penting, ya. Selama pengelolaan keuangannya sehat, harapan kesejahteraan finansial bisa selangkah lebih dekat. Toh, perlu diingat juga, gaji fresh graduate itu hanya awal saja. Insyaallah saban tahun naik, kan? Kalau mau lebih cepet naik, ya, rajin-rajin nambah skill baru agar mudah mendapatkan penawaran gaji (di perusahaan lain, mungkin) yang lebih okeee….

Butuh ngobrol dan konsultasi pengelolaan keuangan, langsung saja klik di sini, yaaaaa!

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi