Perlukah Memiliki Asuransi Jiwa? #Insurance101

Para orang tua muda zaman now mungkin sudah sering mendengar ceramah para perencana keuangan yang bilang: Miliki asuransi jiwa! Gimana, sudah punya asuransi jiwa saat ini? Atau, masih maju mundur menimbang penting tidaknya memiliki asuransi jiwa? Yuk, mulai mikir bareng-bareng sama saya, haha (pssst, saya bukan agen asuransi, yeee :p).

Penting atau tidak, sih, punya asuransi jiwa itu?

Itu pertanyaan yang sering saya dapatkan dari sekian banyak teman, kolega dan mereka yang mendadak bertanya via email. Jawabannya singkat dan jelas: PENTING. Mengapa? Ketika kita menjadi orang tua, otomatis kita lah yang menjadi penanggung jawab anak-anak kita, bukan? Yang sudah pasti, sih, menjadi penanggung jawab finansial anak. Mulai dari memastikan mereka makan bergizi, sekolah di tempat terbaik, mendapatkan stimulus optimal, dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu butuh uang. Anak-anak belum memiliki kemampuan untuk menghidupi diri mereka sendiri. Sedang kita, si orang dewasa, memiliki nilai ekonomi tersendiri seiring dengan kemampuan menghasilkan pendapatan. Iya, dong. Kita bekerja, setiap bulan atau setiap kelar project, kita mendapatkan penghasilan senilai tertentu dan pendapatan itulah yang kita gunakan untuk membiayai hidup, termasuk membiayai anak-anak kita. Bila pendapatan itu hilang tiba-tiba karena kita terkena PHK, kita masih bisa cari pekerjaan/pendapatan yang lain. Tapi, kalau pendapatan mendadak hilang karena kita tutup usia, GIMANA?

Siapa yang akan meneruskan tanggung jawab kita sebagai penanggung jawab finansial anak-anak kita tercinta? Jawabannya mungkin nyaris seragam: Ya, pasangan kita yang masih hidup, dong… atau… Ya, keluarga besar kita

Ok, pasangan kita kerja jugakah? Bila iya, mungkin secara finansial kita merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. “Bini gw gajinya gede, jadi gw ga pake khawatir, lah…” mungkin ada yang nyeletuk gitu, hahah. Atau: “Mertua gw kaya raya, kok… pasti anak-anak ga akan kekuranganlah kalau sampai saya ga ada duluan..”

Bhaique, bosque 🙂

Begini, ketika kita yang selama ini menanggung finansial keluarga tiba-tiba tutup usia, sudah pasti keluarga yang ditinggalkan akan terguncang. Bukan cuma psikologis tapi juga finansial. Mengandaikan anak-anak akan tetap terurus karena pasangan kita memiliki penghasilan atau keluarga besar kita cukup berada, sah-sah saja. Tapi, bila ada jalan lain untuk “memastikan” anak-anak yang kita tinggalkan tetap aman secara finansial, kenapa enggak? Yekan?

Kematian adalah hal yang pasti. Kapan datangnya, itu yang kita tidak pernah tahu karena memang itu rahasiaNya. Bagi saya dan suami, tanggung jawab finansial terhadap anak-anak adalah tanggung jawab kami berdua sepenuhnya. Jadi, akan kami usahakan untuk tanggung berdua semampu kami. Itulah mengapa ketika saya hamil Attar, anak pertama kami, saya dan suami memiliki pengertian setara: kami perlu memiliki asuransi jiwa begitu anak ini lahir. Dengan asuransi jiwa, kami bisa mengelola risiko finansial yang mungkin terjadi ketika suatu saat kami sebagai orang tua meninggal dunia. Kami ingin anak-anak tetap bisa melanjutkan hidup dengan bekal finansial dari asuransi jiwa tersebut… untuk kelangsungan sekolah mereka, kebutuhan hidup sehari-hari mereka, sampai kelak saatnya mereka mampu mandiri dan mencari penghasilan sendiri.

Rezeki memang sudah diatur oleh Allah SWT. Kita manusia yang harus optimal berikhtiar mencarinya. Bagi saya dan suami, asuransi jiwa termasuk bagian dari ikhtiar kami mengelola keuangan keluarga sejahtera. Memiliki asuransi jiwa juga menjadi bentuk tanggung jawab kami sebagai orang tua pada anak-anak. Kalau kata orang marketing insurance, asuransi itu lebih tepat disebut CINTA. Aih, hihihi.

Beli asuransi buang-buang duit saja?

Ini juga pertanyaan yang banyak sekali muncul. Beli sesuatu yang ga bisa dipegang. Beli sesuatu tapi, kok, kerasanya malah berharap-harap si Tertanggung meninggal dunia supaya Uang Pertanggungan bisa cair. Lha dalah, hahaha. Ada yang berpikiran kayak gitu? Ada. Banyak, wkwkwk.

Ya, kalau kita beli mobil, mobilnya bisa kita pegang dan kita kendarai. Tapi kalau beli asuransi jiwa? Kita cuma pegang kertas polis dan harus membayar premi setiap tahun (atau setiap bulan tergantung periode pembayaran yang kita pilih). “Barang” yang kita beli apa sebenarnya saat kita membeli asuransi?

Saat kita membeli asuransi jiwa pada perusahaan asuransi, itu berarti kita membeli jasa pengalihan risiko (risk transfer pada produk asuransi konvensional, sedang pada produk asuransi syariah memakai konsep risk sharing). Di mana ketika suatu ketika “risiko” itu terjadi yakni saat Tertanggung meninggal dunia, perusahaan asuransi akan memberikan sejumlah Uang Pertanggungan sesuai polis. Penerimanya siapa? Ya, ahli waris yang tertera dalam polis asuransi.

Nah, untuk mendapatkan jasa tersebut, kita membelinya dengan membayar premi pada perusahaan asuransi. Jasa pengalihan risiko itu memiliki jangka waktu (biasa disebut jangka waktu perlindungan atau jangka waktu asuransi berlaku), ada yang setahun hingga 20 tahun bahkan ada yang seumur hidup. Berbeda-beda tergantung jenis asuransi jiwa yang kita pilih.

“Lho, terus kalau sampai periode perlindungan asuransi berakhir dan kita masih sehat walafiat, percuma doang bayar premi bertahun-tahun?” ada juga, tuh, yang lanjut nanya seperti ini, hehee.

Kalau saya jawabnya: “Lhooo, ya, malah alhamdulillah to, ya, dikasi panjang umur… bisa memenuhi tanggung jawab finansial pada anak sampai mereka mandiri…”

“Tapi uang pertanggungannya ga keluar dong?” tetep ngeyel, wwkwk.

Jadi, begini. Beli asuransi jiwa itu niatnya jangan untuk cari untung. Asuransi itu ikhtiar untuk mengelola risiko finansial yang mungkin terjadi pada keuangan keluarga kita. Bayangkan bila mendadak kita tutup usia dan tabungan cuma ala kadar, gimana kelanjutan hidup anak-anak, sekolah mereka dan segala macemnya itu? Minimal dengan memiliki asuransi jiwa, orang-orang yang kita sayangi dan selama ini kita nafkahi, bisa melanjutkan hidup dengan lebih ringan. At least dari segi finansial. Makanya saya lebih suka menyebut asuransi itu bagian dari ikhtiar. Kalau mau cari untung, ya, investasi saja.

Asuransi jiwa, kan, mahal. Gak mampu, lah, saya beli…

Mahal atau murah itu relatif, ya. Kalau kita rajin mengulik sana sini, ada banyak, kok, produk asuransi yang bisa memberikan Uang Pertanggungan sesuai kebutuhan kita dengan premi terjangkau.

Di pasar asuransi, ada begitu banyak jenis produk asuransi jiwa yang bisa kita pertimbangkan. Ada yang jenisnya term life murni seperti yang kami beli, ada juga yang jenisnya whole life insurance dan unitlink yang menggabungkan fungsi asuransi dan investasi (kapan-kapan saya bikin postingan khusus tentang jenis-jenis asuransi jiwa). Bahkan, update terbaru yang saya dapat, ada produk asuransi jiwa murni yang bisa diubah-ubah nilai Uang Pertanggungannya sesuai kebutuhan kita. Jadi, “beban” premi juga bisa diatur sesuai kondisi keuangan saat itu. Asyik amat, haha.

Nah, setelah punya asuransi jiwa, jangan lupa juga untuk tetap rajin berinvestasi, ya. Ingat, asuransi itu untuk mengelola risiko finansial, bukan untuk cari untung. Sedang investasi, ya, untuk cari untung biar pendapatan kita hari ini bisa melawan ganasnya inflasi jangka panjang. Begitu, ya.

Masih bingung? Ingin ngobrol lebih banyak? Ingin tahu berapa kebutuhan asuransi kamu? Klik di sini untuk konsultasi dan mendapatkan advis profesional Certified Financial Planner, ya.

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi