Lajang Juga Perlu Asuransi? Apa Saja yang Perlu dimiliki?

Apakah seseorang yang masih berstatus lajang perlu memiliki asuransi? Bila perlu, asuransi apa saja yang penting untuk dimiliki dan bagaimana cara memilih yang terbaik?

Sejak akhir tahun 2016 saya meninggalkan zona nyaman saya sebagai jurnalis ekonomi di sebuah media ekonomi ternama. Melompat kemana? Saya mengambil tawaran sebuah perusahaan fintech di Jakarta Selatan yang memungkinkan saya concern dengan misi kampanye literasi finansial. Ya, sebuah startup. Pilihan yang berisiko. Tapi karena saya orangnya suka cari-cari tantangan (eciyee), masuklah saya kesana. Startup fintech di mana isinya anak-anak muda, hehehe… Ya, walau masih banyak juga yang usianya di atas saya, tetep saja yang dominan adalah generasi milenial sejati 🙂

Apa hubungannya dengan tema tulisan ini? Jadi begini, bergaul dengan banyak anak-anak muda usia, pertengahan dua puluhan, saya banyak mendapati wajah finansial para milenial. Kebanyakan rekan kerja saya masih berstatus lajang dan belum terlalu serius mengelola keuangan. Wajar, sih, soalnya baru menikmati fase memiliki penghasilan sendiri. Walau tak sedikit juga yang sudah menjadi tulang punggung keluarga…

Nah, bicara soal lajang dan finansial, selain banyak gerah karena merasa susah menabung dan kerap terjebak tuntutan lifestyle, ada satu isu lagi yang sering luput dibahas. Yaitu, asuransi. Kebutuhan proteksi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia harus diakui memang masih belum terlalu dianggap penting. Padahal seperti pernah kita ulas di sini, kebutuhan proteksi merupakan salah satu pilar penting untuk mewujudkan keuangan yang sehat. Pertanyaannya: bila status masih belum menikah (lajang, single, duda, janda), apakah juga perlu asuransi?

Jawabannya adalah: Yes, lajang juga perlu asuransi.

Sebab pada dasarnya, asuransi dibutuhkan oleh siapa saja yang memang memiliki risiko finansial. Jadi, kebutuhan asuransi bukan hanya dibutuhkan oleh mereka yang sudah berkeluarga atau memiliki tanggungan. Selama, seseorang memiliki risiko yang dapat mempengaruhi kondisi finansial mereka ketika risiko itu terjadi, itu berarti dia membutuhkan asuransi.

Setiap orang memiliki risiko jatuh sakit, baik tua maupun muda, status menikah atau lajang. Sayangnya, di Indonesia sejauh ini belum ada data lengkap yang bisa mengungkap berapa jumlah kunjungan berobat di tiap kelompok usia atau status. Tapi, data dari negeri tetangga Australia mungkin bisa jadi gambaran bahwa sakit tidaklah mengenal usia ataupun status pernikahan.

Risiko kesehatan di kalangan muda ternyata tinggi

Mengutip Finder.com.au, sepanjang tahun 2015-2016, kelompok usia muda yaitu antara 25-34 tahun tercatat sebagai kelompok usia yang paling banyak datang berobat ke rumahsakit (hospital visit) dalam kasus gawat darurat. Sebanyak 1,02 juta anak muda Australia mendatangi layanan gawat darurat di rumahsakit untuk mendapatkan pengobatan. Lalu, sekitar 27% kunjungan rumah sakit dari berbagai segmen usia kebanyakan karena masalah kecelakaan, keracunan dan sebab lain yang bermacam-macam.

Berdasarkan pemberitaan Katadata.co.id, Juli 2017, tren penduduk usia muda yang menderita penyakit mematikan seperti stroke dari tahun ke tahun terus meningkat. Sekitar 11 persen penduduk yang terdiagnosis gejala stroke berasal dari usia 35-44 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa penyakit mematikan itu tidak hanya menyerang usia senja, namun lebih berbahaya karena mulai menyasar usia-usia muda. Dengan tren seperti ini, penderita penyakit degeneratif diperkirakan akan terus meningkat terutama pada kelompok usia muda.

Data-data di atas menegaskan, kelompok usia muda dan lajang sama-sama menanggung risiko yang tidak kecil untuk kejadian sakit, kecelakaan bahkan kematian. Lebih-lebih dengan tren gaya hidup serba praktis dan instan seperti saat ini yang membuat orang kian minim bergerak dan makan makanan segar dari alam. Risiko sakit bahkan kematian usia muda turut meningkat.

Ketika seseorang jatuh sakit, dia membutuhkan biaya untuk berobat. Bila tidak memiliki asuransi kesehatan, seseorang mau tidak mau harus mengeluarkan dana khusus untuk berobat di mana nilai pengeluarannya bisa jadi akan lebih besar dari dana yang telah dia persiapkan.

Lain cerita bila seseorang sudah memiliki asuransi kesehatan. Ketika jatuh sakit, perusahaan asuransi akan menutup biaya tersebut. Dengan demikian, ketika risiko itu terjadi, kondisi keuangan Anda tidak perlu ikut terpengaruh. Atau, paling tidak Anda bisa memperkecil dampak finansial akibat sakit. Di sinilah pentingnya memiliki asuransi bagi lajang.

Nah, berikut ini cara menentukan kebutuhan asuransi bagi si lajang:

1. Apa saja kebutuhan asuransi untuk si lajang?

Walau seseorang masih muda dan lajang, bukan berarti dia tidak memiliki risiko finansial. Di usia muda dan lajang, risiko yang biasa muncul adalah risiko kesehatan, risiko kecelakaan, risiko kerugian akibat kendaraan atau properti rusak, bahkan risiko kematian.

Untuk lebih memperjelas tingkat kebutuhan atas asuransi, cobalah melihat gaya hidup yang kita jalani saat ini. Bila selama ini kita merokok, jarang berolahraga dan senang makanan junkfood, besar kemungkinan tingkat risiko kesehatan lebih tinggi walau usia masih muda dan lajang.

Begitu juga untuk risiko kecelakaan. Apabila kita sering travelling atau mobilitas tergolong tinggi, kita bisa melengkapi proteksi dengan asuransi kecelakaan. Bagaimana dengan asuransi jiwa? Jika kita saat ini menanggung hidup adik atau orangtua, akan lebih baik bila mengelola risiko finansial melalui asuransi jiwa. Dengan demikian, bila terjadi risiko pada diri kita selaku pencari nafkah, guncangan finansial pada keluarga yang kita tanggung bisa diminimalisasi.

2. Berapa porsi penghasilan untuk alokasi premi asuransi?

Berasuransi berarti kita mengalihkan risiko pada pihak ketiga yaitu perusahaan asuransi, melalui pembayaran premi asuransi. Ini berarti, dalam pencatatan keuangan pribadi, kebutuhan asuransi masuk dalam kolom biaya. Tidak ada angka baku berapa besar pengeluaran asuransi. Namun, menganggarkan 10% dari penghasilan untuk menutup kebutuhan premi asuransi, seharusnya sudah memadai.

3. Mana asuransi yang prioritas bagi seorang lajang?

Ada banyak jenis kebutuhan asuransi, dan karena keterbatasan anggaran, kita boleh, kok, tidak melengkapinya langsung sekaligus. Kita bisa menutupnya bertahap sesuai dengan kemampuan finansial dan prioritas kebutuhan. Misalnya, bila saat ini kita tidak tercatat sebagai pencari nafkah, mungkin asuransi kesehatan lebih mendesak ketimbang asuransi jiwa.

5. Apa saja produk asuransi yang tepat untuk lajang?

Produk asuransi memiliki beragam jenis, fiturnya pun bermacam-macam. Untuk asuransi kesehatan misalnya, ada yang berjenis santunan harian (cashplan), ada juga juga jenis hospital benefit, dan lain sebagainya. Ada yang sistemnya reimbursment, ada juga yang cashless.

Bila mementingkan kepraktisan, akan lebih baik kita memilih asuransi yang sistemnya cashless (memakai kartu) dan memberikan proteksi memadai. Tentu saja dengan tetap menimbang kemampuan finansial dalam membayar premi. Lihat juga coverage area asuransi. Untuk antisipasi sifat kedaruratan, akan lebih baik bila kita memilih asuransi di mana provider rumahsakitnya berlokasi tak jauh dari domisili tempat tinggal.

Tulisan ini pertama kali dimuat di sini.

Credit photos: Unsplash

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi