Selamat Datang 2017 (dan Perlukah Resolusi Tahun Baru?)

Bagaimana hari pertama kamu terlewatkan di tahun 2017 ini?

Pergantian kalender dari tahun lama menjadi baru lazim melahirkan pula semacam semangat dan harapan baru. Tidak heran bila kata kunci “resolusi tahun baru” mendadak menjadi topik ngetren alias trendingtopicbeberapa pekan belakangan.

(source : home.bt.com)

Saya sempat membaca sebuah riset yang dirilis oleh media ekonomi ternama, Forbes, beberapa waktu lalu. Riset tersebut menyebut, hanya 8% orang yang berhasil mewujudkan resolusi tahun baru mereka. Angka yang sangat kecil, ya. Dengan asumsi riset tersebut mumpuni, dus, secara statistik, lebih banyak orang yang gagal mewujudkan resolusi tahun baru mereka dibandingkan yang berhasil. Mungkin termasuk saya, haha.

Sejujurnya, saya malah lupa tahun 2016 lalu apa saja isi resolusi tahun baru saya, haha. Jadi sedikit curiga, jangan-jangan memang saya tidak memiliki resolusi tahun lalu. Haha. Apa pasal? Kemungkinan, ya, seperti yang diungkap riset Forbes itu : terlalu sering gagal mewujudkan resolusi sampai akhirnya memilih libur membuat resolusi tahun baru. Saya berani bertaruh, banyak orang seperti saya 😛

Menyambut tahun yang baru dengan perasaan datar. Toh, resolusi atau mimpi atau target, apapun itu namanya, bisa kita canangkan kapan saja berikut timeline-nya seperti apa. Ehm, tapi benarkah sama sekali enggak ada gunanya memiliki resolusi?

 

Related image

Saya cenderung di pihak : penting memiliki resolusi tahun baru. Paling tidak, kita memanfaatkan pergantian almanak itu sebagai momentum untuk berefleksi dan menata yang berserak. Memiliki resolusi bagi saya berarti menambahkan makna atas waktu yang telah kita lewati di belakang, juga waktu yang akan kita jalani ke depan. Semacam ukuran.

Begini resolusi 2017 saya :

1. New challenge in new place

Yup, saya memutuskan resigndari media ekonomi ternama di Indonesia, setelah 9 tahun bergelut di sana. Keputusan besar tentu saja. Dan mulai awal Desember lalu saya lompat ke kantor baru sebagai senior content writersebuah perusahaan yang bergerak di segmen financial technology.Ada banyak alasan mengapa saya akhirnya memutuskan resigndan pindah ke perusahaan baru. Salah satu yang terbesar adalah, saya kangen dengan tantangan baru dan kangeeeen sekali belajar hal baru.

Setelah 9 tahun, saya merasa semua sudah terlalu default. Efek jeleknya, saya merasa stagnan dan jadi malas. Bosaaaaaan minta ampun. Situasi itu memunculkan kegelisahan. Setelah menimbang sekian bulan, dan pas ketemu tawaran menarik (dan gaji menarik pula tentunya, haha), saya akhirnya mengambil keputusan pindah.

And, yes! Di tempat baru ini, begitu banyak hal dan ilmu baru yang menantang untuk dikuasai. Terutama terkait dunia digital yang saya percaya menjadi masa depan. Baru 1 bulan berjalan, saya merasakan kembali gairah itu. Gairah belajar banyak hal baru 🙂

2. Healthy and sober life

Saya akui, komitmen saya untuk hidup lebih sehat sering kendur. Dulu saya bisa cukup konsisten menjalankan food combining.Cara diet yang saya percaya bisa membawa saya hidup lebih sehat. Namun, semakin lama saya semakin ngaco. Makin akrab dengan junk food.Dan, ah, kacau lah.

Target awal, hidup sehat dari pola makan dulu. Olahraga akan lebih sulit lagi saya penuhi, haha. Jadi, enggak perlu muluk-muluk dulu, deh.

Lantas, apakah hidup waras? Kebisingan yang dipicu oleh media sosial dan kehadiran gawai ajaib bernama ponsel pintar, semakin kesini semakin saya rasakan membawa pengaruh kurang baik bagi psikologis saya. Seolah-olah masalah dan isu tidak pernah habis untuk dijadikan bahan sengketa. Jadi, selain mau diet ala food combining,saya juga berniat diet media sosial. Minimal mengurangi posting yang berpotensi melahirkan energi negatif. Diet media sosial juga berarti, memilih menjauh dari perdebatan di dunia maya.

3. Improvement Personal life

Anak sulung saya tahun depan berumur 3 tahun. Bila Anda akrab dengan tahapan psikologi anak, si sulung saya ini memasuki fase Terrible Two. Apa itu terrible two? Ya semacam ujian kesabaran bagi si orangtua, deh. Haha. Sudah 1 bulan ini, sulung saya itu semakin sering tantrum. Celakanya, sebagai ibunya, beberapa kali saya terpancing emosi. Duh. PR banget bagi saya agar lebih kuat dan mampu menjaga emosi dari situasi-situasi menantang terkait parenting.

Demikian halnya dengan suami. Usia pernikahan kami masih seumur jagung. Semoga sebelum ulangtahun pernikahan kelima, kami bisa naik tingkat saling memahami dengan lebih baik. Aaamiiin.

Di sini juga termasuk meningkatkan kualitas hubungan hablumminannas. Dengan keluarga, kerabat, sahabat dan teman.

4. Better personal financing

Selain meneruskan rencana-rencana keuangan yang sudah berjalan, tahun ini juga padat dengan berbagai target terkait keuangan. Renovasi rumah. Mengoptimalkan investasi di produk reksadana. Mencoba investasi saham dan merintis bisnis.

5. Remember your passion

Saya berterima kasih pada suami saya tentang ini. Dia tidak jemu mengingatkan dan menyemangati saya agar terus setia merawat passionyang saya miliki. I have to get my CFP sertification. Creating this blog is part of this dream…. Wish me luck!

Long live and prosper and good luck!

url.jpg

 

Comments

Banyak dibaca

Jakarta, Saya dan Seribu Cerita...

Darurat Literasi Finansial Mahasiswa di Kampus

Tarif Listrik Mahal, Turunkan Daya Listrik Jadi Solusi: Begini Cara Menurunkan Daya Listrik

Strategi Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich Tanpa Drama

Inflasi Tinggi Makin Mencekik, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Jastip Tipu-Tipu Menelan Korban Miliaran Rupiah: Waspadai Penipuan Jastip Skema Ponzi